Jakarta -- Israel mengungkapkan bahwa Iran membutuhkan sekitar enam bulan untuk bisa menghasilkan bahan fisil yang cukup buat satu senjata nuklir. Menteri Energi Israel Yuval Steinitz mengatakan jangka waktu itu hampir dua kali lebih lama dari yang diperkirakan oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Seperti dikutip dari Reuters, Israel khawatir atas rencana pemerintahan Biden untuk memasuki kembali kesepakatan nuklir 2015. Israel diketahui telah lama menentang perjanjian tersebut. Washington berpendapat bahwa penarikan diri pemerintahan Donald Trump dari perjanjian itu menjadi bumerang karena mendorong Iran mengabaikan pembatasan kegiatan nuklir. Perjanjian tersebut menghapus sanksi terhadap Iran, dengan imbalan pembatasan program nuklir. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sempat menyebut "breakout time", jangka waktu Iran meningkatkan pengayaan uranium untuk bahan bakar bom nuklir mengalami percepatan lebih dari waktu yang ditentukan sesuai kesepakatan. Tetapi, dalam sebuah wawancara radio, Yuval Steinitz mengatakan pemerintahan Trump berhasil merusak proyek nuklir Iran dan seluruh kekuatan yang dibangun. "Dalam hal pengayaan, mereka (Iran) berada dalam waktu sekitar setengah tahun jika mereka melakukan semua yang diperlukan," kata dia kepada lembaga penyiar publik Kan. "Adapun persenjataan nuklir, jangkauannya sekitar satu atau dua tahun." Iran berulangkali membantah tuduhan ingin membangun senjata nuklir. Teheran melanggar kesepakatan sebagai tanggapan atas penarikan AS dan menerapkan kembali sanksi terhadap mereka. Pengawas nuklir PBB pada November memperkirakan bahwa stok uranium yang diperkaya Iran telah meningkat menjadi 2,4 ton, lebih dari 10 kali jumlah yang diizinkan berdasarkan kesepakatan. Tetapi masih sebagian kecil dari lebih dari delapan ton yang dimiliki Iran sebelumnya. Sumber cnnindonesia.com