Jakarta, CNN Indonesia -- Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengungkapkan Indonesia kekurangan jumlah akuntan publik dan masih membutuhkan profesi tersebut dalam jumlah besar, sebagai antisipasi bertumbuhnya sektor bisnis.
Ketua Umum Tarkosunaryo menyebutkan jumlah perusahaan Indonesia berdasarkan data wajib pajak badan yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tercatat sebanyak 700 ribu perusahaan. Dari jumlah itu, hanya 30 ribu perusahaan yang menggunakan eksternal audit.
Angka itu jauh lebih rendah dari kondisi di Thailand yang memiliki 680.000 perusahaan, dengan 62 ribu perusahaan yang menggunakan akuntan publik.
"Kita hanya punya CPA (Certified Public Accountant) hanya 4.000 orang, bandingkan dengan negara tetangga Thailand yang PDB (produk domestik bruto) separuh dari Indonesia memiliki CPA 12 ribu orang," kata Tarko seperti dikutip dari Antara, Jumat (25/1).
Menurut Tarko, Thailand menjalankan peraturan yang mewajibkan perusahaan melaporkan hasil audit kepada kementerian perdagangan. Sedangkan di Indonesia, perusahaan belum menjalankan kebijakan meski aturan sudah ditetapkan.
Tarko mengungkapkan seharusnya perusahaan yang memiliki kekayaan (aktiva) atau omzet di atas Rp50 miliar wajib menyampaikan laporan keuangan kepada Kementerian Perdagangan. Hal itu mengingat payung hukum sudah tertuang dalam PP No. 24 tahun 1998 junto PP No. 64 tahun 1999 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan.
Sementara ini, baru 30 ribu perusahaan yang datanya ada di IAPI, berasal dari 215 perusahaan publik, sedangkan sisanya perusahaan yang menggunakan jasa akuntan publik untuk menghitung PPh Badan.
Jika sebagian dari 700 ribu perusahaan yang beromzet di atas Rp50 miliar menyampaikan laporan keuangannya ke Kementerian Perdagangan maka akan menjadi data yang sangat powerful.
Bagi perbankan, data ini akan memudahkan untuk mengetahui kelayakan kredit modal kerja perusahaan sehingga pada akhirnya terhindar kredit bermasalah dikemudian hari, melalui pelaporan ini juga dapat menghindarkan terjadi praktek korupsi yang dilakukan korporasi, jelas Tarko.
Data ini juga sangat penting bagi institusi-institusi di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti perusahaan asuransi, perusahaan multifinance, dan sebagainya.
Sumber : cnnindonesia.com