JAKARTA - Hasil stress test Bank Indonesia (BI) yang menyatakan perekonomian akan tahan hingga Rp15.500 per USD pun keluar ke publik dinilai sebagai hal yang gegabah. “Ini pernyataan yang sangat sembrono dengan membuka ke publik batas atas kemampuan ekonomi nasional. Apa tidak takut ada banyak spekulan yang akan mempermainkan rupiah di pasar valas? Lihat saja per 12 Maret aliran modal keluar sudah mencapai Rp13,5 triliun rupiah dan yield obligasi sudah naik ke level 7,9 persen dari sebelumnya 7 persen,” ujar Sekretaris Jenderal Seknas FITRA Yenny Sucipto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (20/3/2015). Seperti diketahui, nilai tukar Rupiah dalam tren melemah terhadap dolar AS. Bahkan Rupiah menyentuh level pelemahan terendah sejak awal tahun 2015. Pemerintah, lanjut dia, memang memastikan posisi perekonomian masih aman jika rupiah menyentuh angka Rp15.000. Kendati demikian, dia mempertanyakan nasib utang luar negeri milik pemerintah maupun swasta. “Dulunya tahun 2010 kurs masih Rp8.500, sekarang sudah Rp13.200?” tanya dia. Pelemahan nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa waktu terakhir disinyalir disebabkan faktor eksternal, yaitu kenaikan suku bunga The Fed di Amerika. Sayangnya, pemerintah mengesampingkan faktor lain yang mempengaruhi pelemahan rupiah yaitu, maraknya pembelian dolar di dalam negeri. “Pertanyaan pentingnya sekarang adalah apakah pelemahan rupiah terhadap dolar AS saat ini juga akan memicu krisis? Jawabannya potensi itu tetap ada. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan sudah mengingatkan pelemahan rupiah akan berdampak pada permodalan Perbankan di Indonesia,” ujar dia. (rhs)