Marieska Harya Virdhani - Okezone
Minggu, 12 Agustus 2012 16:09 wib
Ilustrasi. (Foto: Corbis)
DEPOK - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga saat ini dinilai belum dikelola secara optimal. Tidak efisiennya pengelolaan BUMN merupakan salah satu faktor yang patut diduga menjadi alasan 'gagalnya' pengelolaan BUMN.
Menurut pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI), Rizal Edi Halim, pajak BUMN hanya menyumbang 13 persen dalam total penerimaan pajak dan deviden hanya berkontribusi 9 persen terhadap total Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Yang menarik kalau diamati kontribusi pajak BUMN terhadap penerimaan perpajakan dalam tiga tahun terakhir statis pada kisaran 13 persen," ujarnya di Depok, Minggu (12/08/12).
Sedangkan operational expenditure (opex) BUMN tahun 2011 mencapai Rp1.226 triliun. Hal itu merupakan potret tidak efisiennya pengelolaan BUMN. "Sementara capital expenditure hanya berkisar Rp142 triliun," paparnya.
Dia mengatakan rasio dividen (PNBP) terhadap penerimaan 2011 hanya sebesar 2,4 persen. Stagnasi penerimaan dividen terhadap postur penerimaan Negara juga dapat dilihat selama 2005-2011 yang hanya berkontribusi di rentang 2,6 persen hingga 3,4 persen.
"Padahal aset BUMN hingga 2011 mencapai Rp3 ribu triliun dengan 140 BUMN dimana 18 diantaranya telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kapitalsiasi pasar 23 persen di tahun 2011," bebernya.
Data tersebut, kata dia, menjadi indikator, tidak bergeraknya BUMN di tengah momentum pertumbuhan ekonomi yang kondusif dalam 2-3 tahun terakhir.
"Untuk itu kata dia peran strategis BUMN dalam APBN juga menjadi alasan yang cukup fundamental dalam melakukan pembenahan pengelolaan BUMN di Indonesia. Pada tahun 2011 kontribusi BUMN terhadap penerimaan negara berada pada angka Rp143,7 triliun," tandasnya. (wdi)