Memasuki Hari Guru tahun 2024, public diresahkan oleh beragam fenomena yang menempatkan beragam permasalahan pelanggaran hak anak dalam dunia Pendidikan. Problematika yang kerap ditemukan dalam viral media, dinamika opini public, bahkan menciderai rasa keadilan sehingga sangat mengundang atensi public. Beragam potret tersebut ditemukan dalam Pertama situasi kekerasan dalam dunia Pendidikan, masih teradukannya berbagai kasus oleh lembaga penerima pengaduan pemerintah, masyarakat, kepolisian bahkan pengaduan langsung pada kanal-kanal pengaduan resmi dalam dunia pendidikan itu sendiri. Kedua, masalah kerentanan Guru dalam situasi kekerasan pada dunia Pendidikan menjadi objek kriminalisasi dan ketiga optimalisasi regulasi perlindungan anak dalam dunia pendidikan.
Hasil survei Asesmen Nasional Kemendikbud Ristek tahun 2022 menunjukkan, sekitar 34,51 persen siswa (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual, diikuti oleh 26,9 persen (1 dari 4) yang berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen (1 dari 3) menghadapi potensi perundungan.
Survei Nasional tentang Pengalaman Anak dan Remaja (SNPHAR, KPPPA) pada tahun 2021, menunjukkan 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan berusia 13 hingga 17 tahun mengakui pernah mengalami setidaknya satu bentuk kekerasan dalam 12 bulan terakhir. Data pengaduan KPAI pada tahun 2023 mengenai kasus perlindungan khusus anak menunjukkan kasus-kasus tertinggi adalah kejahatan seksual, termasuk kekerasan fisik dan/atau psikologis, serta kasus pornografi dan kejahatan siber, dengan total 2.265 kasus
Dan Hasil Rakornas KPAI tahun 2024 menyebutkan bahwa Dalam data Survey Nasional Pengalaman Hidup Anak Dan Remaja/ SNPHAR tahun 2024, terjadi peningkatan prevalensi kekerasan terhadap anak sepanjang hidup dari tahun 2021 ke 2024 yakni anak laki-laki dari 37,44% menjadi 49,83% dan perempuan dari 46,00 % menjadi 51,78% meliputi kekerasan fisik, kekerasan emosional dan kekerasan seksual.
Sedangkan dalam kerangka pengawasan di KPAI anak-anak yang menjadi korban pemenuhan dan perindungan khusus dalam 3 tahun terakhir yang tertinggi adalah pertama anak korban pemenuhan lingkungan keluarga dan pengasuhan alternative, kedua anak korban kekerasan seksual dan ketiga anak korban kekerasan fisik dan atau psikis.
Dari data tahun 2024, KPAI melakukan profiling, siapakah hubungan pelaku dengan korban yang paling banyak melakukan pelanggaran terhadap hak anak? Dan matrikulasi menjawab adalah orang terdekat dan yang dikenal oleh anak, pihak sekolah artinya mereka yang dikenal sebagai pendidik dan tenaga kependidikan anak di Lembaga Pendidikan serta dari unsur Aparat Penegak Hukum, data lainnya, pelaku adalah terdiri dari keluarga di luar orang tua kandung, tetangga, anggota masyarakat lainnya dan orang yang tak dikenal.
Data pengaduan tersebut sangat memprihatinkan sekaligus menjadi biduk kemudi bagi kita dalam melakukan penguatan komitmen serta upaya-upaya terukur dalam mencegah dan memulihkan situasi dan kondisi hingga budaya kekerasan yang terjadi. Ia terkonfirmasi melalui berbagai peristiwa kekerasan fisik, psikis, seksual, perundungan dan bentuk diskriminasi maupun intoleransi dan kekerasan lainnya. Membangun upaya anti kekerasan perlu penguatan sumber daya dan seluruh unsur Pendidikan serta masyarakat terutama pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkannya.
Sedemikian kuatnya perintah regulasi memayungi kebijakan, program serta komitmen seluruh pemangku kepentingan, menempatkan political will para pemangku kepentingan untuk melakukan inovasi dan terobosan dalam mengelola penyelesaian permasalahan tersebut secara simultan dengan tepat.
Sinergi Perlindungan Anak dengan Penguatan Kualitas Guru
Dalam berbagai fenomena, masalah kerentanan Guru menjadi objek kriminalisasi mengundang keresahan sekaligus kegeraman public. Di tengah masih minimnya perhatian pemerintah pada Guru dan beragam atribut yang disemat kepada Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, mereka harus bertempur dalam persoalan yang kerap melahirkan beragam tantangan yang tidak mudah.
Masalah penegakkan hukum kerap dipandang belum sepenuhnya berada dalam hak keadilan, peran-peran mediasi maupun restorasi justice masih sangat minim dalam menemukan solusi Bersama dalam permasalahan yang dihadapi Guru dalam sejumlah peristiwa kekerasan maupun dianggap pelanggaran hak terhadap anak/pendisiplinan pada peserta didik, bahkan pembekalan dan peningkatan SDM dalam skill up kualitas Guru dalam perubahan sosio kultur dan budaya yang terus berkembang belum terpapar edukasi profesionalisme sepenuhnya bagi guru yang kompeten.
Padahal dalam UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 39 Guru mendapat hak perlindungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, organisasi profesi dan/ satuan Pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Diantaranya adalah perlindungan Hukum, Profesi, serta perlindungan keselamatan dan Kesehatan kerja. Sehingga Guru tidak boleh menerima tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.
Tantangan ini yang membutuhkan peran kepeloporan dunia Pendidikan untuk semakin menguatkan kualitas dan kapasitas, bahwa profesi Guru dan perkembangan sosio kultur yang menjadi tantangan sekaligus ancaman nyata perubahan-perubahan perilaku peserta didik yang mungkin dipicu dari derasnya arus informasi dan teknologi, pesatnya penggunaan internet dan selancar dunia maya yang belum terliterasi, kurangnya penguatan pengasuhan positif di dalam keluarga dan besarnya dorongan perubahan sosiologis dan perubahan biologis (puberitas dan emosional) yang sulit dikendalikan dalam perkembangan yang positif anak- didik sangat berkontribusi pada tantangan tersebut.
Sehingga penguatan SDM Guru tidak bisa ditawar-tawar lagi di tengah pemenuhan hak dan perhatian negara pada dukungan apresiasi profesi sisi pengangkatan profesi dan hak lainnya. Aspek pemerataan dan azaz kesejahteraan berbasis Kawasan terus perlu ditingkatkan oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam memberikan dukungan pada Guru.
Untuk itu, penting mendudukan aspek perlindungan Guru dalam dimensi perlindungan anak untuk dapat saling menguatkan satu dengan yang lain. Aturan perundangan tegas menempatkan zero toleransi kekerasan dalam satuan Pendidikan, sehingga keterbukaan public dan perubahan sosio kultur yang mungkin dimasa lalu kurang teradukan dan terlaporkan, namun kini massiv perlu dukungan tata Kelola yang lebih baik.
Pembenahan dan penataan baik sekolah/madrasah ramah anak, menempatkan perlindungan anak sebagai sebuah mainstream Pendidikan yang berkualitas harus bersinergi menempatkan kualitas dan kapasitas Guru tidak terabaikan dalam menikmati hak dan mendapat perlindungan profesi sebagaimana mandate UU.
Terakhir, aturan perundangan sebagaimana UU Sisdiknas, UU Perlindungan anak, UU Guru dan Dosen serta UU TPKS dengan berbagai aturan terjemahannya seperti Permendikbud No 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan telah memberikan ruang yang sangat optimal dalam tata Kelola, pencegahan dan penangan kekerasan dalam satuan Pendidikan, dan desakkan peningkatan SDM Guru.
Semangat ini sangat penting dikuatkan mengingat problematika perlindungan anak dalam satuan Pendidikan kerap memunculkan sentiment yang mengundang perhatian public dengan kurang menempatkan proporsi yang tepat antara perlindungan anak dan perlindungan Guru sebagai sebuah Profesi yang wajib mendapat perlindungan.
Tugas kita adalah meluruskan dan menempatkan perspektif yang sinergis, untuk semakin memberi dukungan pada perlindungan anak dan pembenahan penguatan hak-hak Guru serta kewajibannya.
Beberapa perubahan signifikan dalam Permendikbud pencegahan penanganan kekerasan dalam satuan Pendidikan diantaranya ruang lingkup kekerasan yang dulu diatur hanya jika terjadi kepada siswa, sekarang siapapun, kepada Guru dan seluruh elemen Pendidikan di sekolah. Kemudian peran pelibatan untuk pencegahan dan penanganan jika dulu hanya sekolah dengan kepolisian atau Lembaga layanan kini disebutkan pemerintah daerah, itu artinya antar SKPD dan kedinasan terkait dapat membangun sebuah gerak kolaboratif hingga swasta dan orang tua siswa.
Sehingga mari songsong Guru hebat Indonesia kuat dengan merancang bangun kualitas pencapaian Pendidikan yang bersumbu pada perlindungan bagi semua, sinergi mencapai peradaban maju, anak terlindungi, capai Indonesia emas di tahun 2045. Selamat hari Guru tahun 2024.