Seminar Nasional Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91 / PUU-XVIII / 2020 Terkait UU Cipta Kerja Terhadap Kebijakan Pemerintahan
02 Desember 2021, 16:55:26 Dilihat: 1726x
Pemerintah harus segera menetapkan jenis atau kriteria tindakan / kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas yang akan ditangguhkan untuk memberikan kepastian hukum bagi warga masyarakat dan Pemerintah / Pemerintah Daerah sendiri.
Hal itu disampaikan Dr. Rusdianto Sesung, SH, MH dalam Seminar Nasional (daring) tentang “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91 / PUU-XVIII / 2020 Terkait UU Cipta Kerja Terhadap Kebijakan /Tindakan Pemerintahan” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum, Ekonomi dan Pendidikan (FHEP) Universitas Narotama(UN) Surabaya pada Selasa (30/11/2021) siang.
Seminar tersebut menghadirkan narasumber ahli hukum dari FHEP Universitas Narotama, yaitu Dr. Rusdianto Sesung, SH, MH (Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi) dan Dr. Moh. Saleh, SH, MH (Hukum Konstitusi), dengan moderator Bambang Arwanto, SH, MH dan Evi Retnowulan, SH, M.Hum.
Rusdianto mengatakan, UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) diucapkan (sampai 25 November 2023), dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU Cipta Kerja inkonstitusional secara permanen.
Peraturan pelaksanaan atas UU Cipta Kerja (PP, Perpres, Permen, dan/atau Perda/Perkada) tetap berlaku dan harus disesuaikan kembali (diubah) apabila UU Cipta Kerja telah dilakukan perbaikan. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah tidak boleh menerbitkan peraturan pelaksanaan baru, termasuk Perda dan Perkada yang terkait dengan UU Cipta Kerja.
Sementara itu, Dr. Moh. Saleh, SH, MH menekankan bahwa DPR sebagai pemegang kekuasaan legislasi tidak dapat melalukan perubahan atas UU Cipta Kerja sebelum melakukan perubahan kedua atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan untuk mengatur prosedur dan standar pembentukan UU dengan menggunakan teknik omnibus law. Menurut MK bahwa teknik omnibus law memang sudah lama dipraktikkan di Indonesia, tetapi tetap harus mengikuti prosedur dan teknik legal drafting yang diatur dalam UU 12 /2011.
“Dalam melakukan perubahan UU Cipta Kerja tidak hanya pada aspek formil, tetapi aspek materiil juga harus dilakukan perubahan. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum terhadap pelaksanaan UU Cipta Kerja yang saat ini sudah banyak yang mengajukan uji materi ke MK,” kata Moh. Saleh. [UN- universitas swasta Surabaya]