Kemendikbud Minta Industri Ikut Buat Kurikulum Vokasi
27 Oktober 2020, 09:00:22 Dilihat: 177x
Jakarta -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) meminta industri terlibat dalam penyusunan kurikulum dan pengajarannya, terutama untuk pendidikan vokasi.
Hal itu dikatakan terkait survei McKinsey Indonesia yang menyebut 23 juta pekerjaan akan tergantikan oleh otomatisasi atau mesin.
Namun begitu, survei juga menemukan bahwa akan muncul 27 juta hingga 36 juta lapangan pekerjaan baru bagi mereka yang memiliki keterampilan baru.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wikan Sakarinto mengatakan pihaknya sudah menyiapkan setidaknya lima jurus untuk menyambut proses otomatisasi itu.
"Betul-betul harus mendorong kemajuan institusi pendidikan vokasi melalui Strategi Link and Match (Vokasi dengan Industri & Dunia Kerja)," ucap dia, dalam keterangan tertulisnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (23/10).
"[Ini] mencakup 5 Paket Minimum yaitu kurikulum disusun bersama berbasis Industri, banyak expert industri wajib dihadirkan mengajar di SMK/Kampus Vokasi, sertifikasi kompetensi bersama, program magang siswa/mahasiswa minimal 1 selama semester, komitmen penyerapan lulusan," urainya.
Melalui kurikulum baru hasil kerjasama dengan industri, dia menilai pendidikan vokasi akan lebih mudah beradaptasi dengan perkembangan lapangan pekerjaan seiring digitalisasi.
"Kurikulum baru ini akan lebih menyeimbangkan hard dan soft skill, tidak lagi terlalu fokus pada hard skills. Soft skills dan pembentukan karakter menjadi fokus dalam kurikulum dan proses pembelajaran," jelasnya.
Dalam penerapan strategi ini, Wikan menyebut ada peran besar pola pikir pendidik. Untuk saat ini, pihaknya harus mengembangkan pola pikir kepala SMK dan dekan vokasi di perguruan tinggi terlebih dahulu.
"Tantangan terbesar adalah merubah mindset pada guru atau dosen secara massive, agar mampu mengembangkan link and match menjadi implementasi kurikulum baru," katanya.
Pasalnya, kata Wikan, pola pikir yang masih terjebak zona nyaman tidak akan menghasilkan terobosan pendidikan yang sejalan dengan industri.
"Kalau dana pengembangan vokasi jatuh ke tangan SDM vokasi yang berkarakter zona nyaman, rutinas begitu-begitu saja, maka maksimal hanya akan menghasilkan gedung dan alat laboratorium baru. Namun lulusannya tidak match dengan kebutuhan industri dan dunia kerja," katanya.
Sebelumnya McKinsey Indonesia menekankan agar negara mengantisipasi potensi 27 juta hingga 36 juta lapangan kerja baru seiring otomatisasi.
Managing Partner McKinsey Indonesia Philia Wibowo mengatakan untuk mengantisipasi lapangan kerja baru mesti disiapkan empat keterampilan. Yakni keahlian dalam bidang tertentu, interaksi dengan pemangku kepentingan, manajemen dan mengembangkan SDM, serta pekerjaan fisik yang tidak terduga.
Bappenas memproyeksi jumlah pengangguran di Indonesia bakal mencapai 10,7 sampai 12,7 juta orang pada 2021. Menteri Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan tahun ini jumlah pengangguran bertambah 4 sampai 5,5 juta orang.
"Covid-19 berdampak pada peningkatan jumlah penganggur akibat penambahan lapangan kerja yang sangat terbatas dan cenderung menyusut," pungkasnya, Senin (22/6).
Sumber :cnnindonesia.com