Carolina Christina - Okezone
Ilustrasi (Foto: okezone)
JAKARTA - Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinilai sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam menasionasilasi sumber-sumber minyak dan penguasaan teknologi perminyakan.
Aktivis 98, Adian Napitupulu, mengatakan, pemerintah seharusnya memaparkan berapa sesungguhnya total biaya produksi per liter BBM jika kenaikan harga BBM itu disebabkan pencabutan subsidi.
"Dengan adanya pemaparan itu maka rakyat akan tahu apakah subsidi BBM ada atau tidak," ujarnya dalam rilis yang diterima Okezone, Rabu ( 17/4/2013).
Tidak hanya itu saja, menurut Adian, dalam uraian mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Kwik Kian Gie pernah dijelaskan bahwa biaya produksi BBM tidak lebih dari Rp500/ liter. Dengan demikian maka sesungguhnya subsidi BBM tidak melainkan dalam hal ini justru pemerintah yang diuntungkan.
"Uraian Kwik diperkuat fakta bahwa di negara lain harga jual BBM ternyata lebih murah dari Indonesia, antara lain Venezuela Rp585/ liter. Nigeria Rp1.170/liter. Iran Rp1.287/liter, Saudi Arabia Rp1.404/liter dan Mesir Rp2.300/liter," tegasnya kembali.
Lalu apa sebenarnya penyebab harga BBM di Indonesia sebagai negara penghasil minyak justru 9 kali lebih mahal dari negara Venezuela, pendiri gerakan Forum Kota (Forkot) ini kemudian menjelaskannya, pertama logika subsidi pemerintah salah kaprah. Subsidi yang harusnya merupakan selisih harga jual dengan biaya produksi justru dimaknai sebagai selisih harga jual BBM di Singapura dengan Indonesia.
Kedua, penguasaan 70 persen sumber Migas ternyata banyak dikuasai negara asing diantaranya, Total, Conoco, Chevron, Exxonmobil, British Petrolium.
"Point ketiga, Indonesia itu tidak mengelola pemurnian minyak namun menjual minyak mentah dan membeli kembali minyak jadi dengan harga yang lebih mahal," ketusnya.
Tidak hanya itu saja, Adian juga menjelaskan dugaan mafia minyak yang memainkan harga BBM untuk perbesar keuntungan mereka.
"Jadi naiknya harga BBM sama sekali tak terkait dengan subsidi tapi 100 persen disebabkan kegagalan pemerintah menasionalisasi sumber-sumber minyak dan penguasaan tekhnologi perminyakan," tegasnya.
Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) juga tidak sependapat dengan kebijakan dari pemerintah yang berencana untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam waktu dekat.
Ketua MPR yang sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Taufiq Kiemas mengutarakan ketidaksepakatanya dengan rencana pemerintah tersebut.
Taufiq menyarankan, sebaiknya pemerintah memanfaatkan subsidi untuk pembangunan, misalnya pembangunan infrastruktur serta perbaikan pelayanan kesehatan masyarakat.