Cadangan Akan Habis, RI Disebut Butuh Dana Abadi Migas
25 Maret 2019, 09:00:02 Dilihat: 308x
Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai industri minyak dan gas (migas) membutuhkan dana abadi untuk diputar dalam rangka pengembangan industri tersebut. Pengembangan industri migas, khususnya di sektor hulu, penting mengingat saat ini cadangan dan produksi migas Indonesia terus menurun.
"(Cadangan) minyak akan habis dalam 12 tahunan, gas (habis) dalam 30 tahunan, makanya perlu dibentuk dana abadi energi. Mumpung masih ada, jangan dihabis-habiskan," ujar Direktur Program Indef Berly Martawardaya di Jakarta, Kamis (21/3).
Berly mengungkapkan data abadi migas telah diterapkan di sejumlah negara, yaitu Norwegia dan Timor-timor. Wacana pemungutan dana abadi migas sebenarnya sudah muncul sejak beberapa tahun lalu.
Kepastian hukumnya telah diusulkan masuk dalam revisi Undang-undang (UU) Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Namun, realisasinya masih terhambat karena sampai sekarang revisi uu tersebut masih jalan di tempat.
Di tempat yang sama, Anggota Komisi VII DPR Tjatur Sapto Edy mengungkapkan Komisi VII telah menyepakati usulan pemungutan dana abadi migas dalam rancangan revisi UU Migas. Dana tersebut bisa disisihkan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor migas yang diterima Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Paling tidak 5 persennya dari PNBP (sektor migas) bisa digunakan untuk meningkatkan cadangan migas di masa yang akan datang," jelasnya.
Menurut Tjatur, Indonesia memerlukan dana abadi migas untuk memberikan kepastian pendanaan terkait kegiatan pengumpulan data dan eksplorasi cadangan migas baru. Dana abadi migas juga bisa menjadi solusi bagi pemerintah yang selama ini hanya mengalokasikan dana terbatas.
Tjatur menyebutkan anggaran Direktorat Jenderal Migas hanya berkisar Rp1 triliun. Sebagian alokasi dana tersebut ditujukan untuk pengadaan jaringan gas (jargas) yang langsung kepada masyarakat.
Konsekuensinya, dana untuk penemuan cadangan baru menjadi minim. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar sebelumnya pernah menyebutkan alokasi dana pemerintah untuk pengumpulan data eksplorasi hanya berkisar Rp60 miliar hingga Rp70 miliar.
"Padahal, dana seperti ini (pengumpulan data eksplorasi) penting dan mendesak untuk ketahanan energi di masa depan," ujarnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah menyiasati keterbatasan anggaran untuk pengumpulan data dan eksplorasi tersebut melalui Komitmen Kerja Pasti (KKP) yang diberikan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Kementerian ESDM mencatat dari penandatanganan 40 kontrak bagi hasil dengan skema gross split, hingga akhir Februari 2019, negara telah mengantongi komitmen kerja pasti mencapai US$2,1 miliar.
Sumber : cnnindonesia.com