Jakarta, CNN Indonesia -- Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menargetkan ekspor produk furnitur tahun ini bisa mencapai US$2 miliar atau sekitar Rp28,6 triliun (asumsi kurs Rp14.300). Target tersebut naik 18,34 persen dari ekspor tahun lalu yang mencapai US$1,69 miliar.
Sekretaris HIMKI Abdul Sobur menuturkan selain ekspor furnitur, pihaknya menargetkan ekspor kerajinan tahun ini mencapai US$900 juta atau sekitar Rp12,87 triliun.
"US$2 miliar untuk ekspor mebel saja. Untuk kerajinan tahun ini targetnya (ekspor) US$900 juta, jadi total (furnitur dan kerajinan) US$2,9 miliar. Sebenarnya kalau sampai US$3 miliar luar biasa," Abdul di JIExpo Kemayoran, Senin (11/3).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua HIMKI Soenoto menuturkan total ekspor furnitur dan kerajinan tahun lalu mencapai US$2,5 miliar. Dari jumlah tersebut, kontribusi ekspor kerajinan sebesar US$700 juta.
"Sekarang sebetulnya (ekspor) sudah mencapai US$2,5 miliar dan targetnya US$5 miliar. Tetapi kerajinannya yang related (berkaitan), misalnya melengkapi furnitur, keranjang, dan lain-lain," kata Soenoto.
Soenoto menyebut untuk mencapai target ekspor tersebut, dibutuhkan pengembangan pasar. Salah satunya melalui pameran, baik dalam negeri maupun pameran skala internasional. Tahun ini, HIMKI kembali menyelenggarakan pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2019 yang merupakan pameran furnitur terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara.
Lewat pameran yang berlangsung sejak 11-14 Maret 2019 ini, Soenoto berharap bisa memperluas pasar furnitur Indonesia. Tahun lalu, pameran IFEX 2018 bisa menghasilkan nilai transaksi sekitar US$250 juta.
"Tahun ini, target kami transaksi IFEX 2019 langsung mencapai US$300 juta selama empat hari. Sebenarnya yang penting itu transaksi berikutnya, transaksi bulan-bulan depan itu yang harus memperoleh angka bagus," jelasnya.
Selain pengembangan pasar, lanjutnya, pengusaha juga berusaha untuk mengembangkan desain produk furnitur dan kerajinan Indonesia. Untuk itu, pengusaha akan memanfaatkan pendekatan teknologi guna meningkat kualitas produk furnitur dan kerajinan Indonesia.
"Kami mendirikan politeknik furnitur di Kendal, Jawa Tengah. Kemudian kami melakukan riset dan pengembangan," jelasnya.
Soenoto juga mengatakan pihaknya akan mendorong kerja sama dengan investor China untuk mengembangkan pasar furnitur Indonesia, terutama untuk finishing produk. Saat ini, pihaknya telah berkomunikasi dengan beberapa asosiasi pengusaha furnitur dan kerajinan dari China.
"Jadi proses mentah sampai setengah jadi kami yang melakukan, China hanya finishing saja, supaya industri Indonesia tidak mati. China selama ini belum masuk, dan kami harap bisa masuk tahun ini," imbuhnya.
Pihaknya juga berharap pemerintah melonggarkan pemberlakuan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) bagi industri furnitur. Menurutnya, pemberlakuan SVLK seharusnya hanya berlaku bagi industri hilir.
"Sudah terlalu banyak regulasi, regulasi kita sudah jadi kolesterol. Jadi pemerintah, kalau tidak bisa bikin regulasi yang menyenangkan pengusaha, tolong jangan buat regulasi yang mengganggu," tegasnya.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian menargetkan ekspor furnitur bisa mencapai US$5 miliar setara Rp71,5 triliun pada 2024 mendatang.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan industri furnitur Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan. Saat ini, Indonesia merupakan penghasil 80 persen bahan baku rotan dunia, yang tersebar di Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau Sumatera. Namun, dari 312 jenis rotan di Indonesia, masih sedikit yang dimanfaatkan untuk industri furnitur.
Selain potensi rotan, Indonesia juga memiliki potensi bahan baku kayu lantaran memiliki hutan seluas 120,6 juta hektar (ha), yang antara lain terdiri dari 12,8 juta ha hutan produksi.
"Iya (ekspor furnitur US$5 miliar) tahun 2024. Jadi ini harus didorong lagi, baik di Jawa Tengah, Cirebon maupun tempat lain perlu ditingkatkan lagi," terang Airlangga.
Sumber : cnnindonesia.com