Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merelaksasi ketentuan uang muka (downpayment/DP) pembiayaan kendaraan bermotor, baik mobil dan motor, pada perusahaan pembiayaan (multifinance). Bila semula pembiayaan motor dan mobil dipatok DP, kini masyarakat bisa membawa pulang otomotif impiannya dengan DP nol persen.
Namun, DP motor dan mobil hingga nol persen ini hanya berlaku bagi multifinance yang memiliki rasio pembiayaan bermasalah (Nonperforming Financing/NPF) netto lebih rendah atau sama dengan satu persen.
Obral manis DP nol persen ini menuai respons beragam dari masyarakat. Sebagian dari masyarakat mengaku tertarik dengan iming-iming DP nol persen. Sedang sisanya, acuh tak acuh.
Dony Khamdan Asyrofi (25 tahun) misalnya, mengaku tidak berminat dengan tawaran DP nol persen untuk kendaraan bermotor. Ia lebih memilih pembayaran tunai, meskipun harus menabung terlebih dulu.
"Saya tidak mau ambil risiko, karena tidak tahu kondisi pasti ekonomi ke depan," imbuh Dony kepada CNNIndonesia.com, Jumat (11/1).
Hal senada disampaikan Artono Hastodjaya (24 tahun). Ia juga mengaku tidak berminat dengan iming-iming DP nol persen itu. Menurutnya, lebih baik menyisihkan uang untuk membeli kendaraan motor secara tunai.
"Kalau kredit jatuhnya harga lebih mahal dan lagipula cicilannya bakal lebih mahal kalau DP nol persen," katanya.
Sebaliknya, Soenarto (25 tahun) malah tergiur tawaran DP nol persen tersebut. Sebab, DP nol persen menguntungkan sekaligus membantu konsumen untuk mendapatkan produk di awal. Terlebih, kata Soenarto, bagi konsumen yang sangat membutuhkan kendaraan dan memiliki kemampuan mencicil, namun belum memiliki uang muka.
"DP nol persen lebih ringan bagi saya," tutur dia.
Menurut Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede, kebijakan DP nol persen positif untuk mengerek konsumsi masyarakat dan menopang pertumbuhan kredit kendaraan bermotor tahun ini. Cara ini bahkan bisa mengimbangi tren kenaikan suku bunga bank yang menyesuaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sepanjang 2018.
Stimulus tersebut, lanjut Josua, ditopang oleh prediksi perbaikan daya beli di tahun ini. Apalagi, ia meyakini inflasi tahun ini tetap stabil, sehingga daya beli masyarakat terjaga. Persoalannya, tetap ada hal yang perlu diperhatikan OJK, utamanya rasio pembiayaan macet multifinance.
Memang, OJK membatasi relaksasi hanya kepada multifinance yang memiliki rasio rendah. Namun, mengutip Statistik Lembaga Pembiayaan yang dilansir OJK, NPF gross industri pembiayaan nyaris berada di level 3 persen setiap bulannya di sepanjang 2018 lalu.
"Jangan sampai DP nol persen ini justru menambah NPF perusahaan multifinance," kata Josua.
Selain tingkat kredit macet, sambung dia, yang perlu diperhatikan adalah sumber pendanaan multifinance. Saat ini, mayoritas multifinance bertumpu dari pinjaman perbankan baik dalam maupun luar negeri, karena mereka tidak menghimpun dana masyarakat. Di sisi lain, suku bunga perbankan berada dalam tren kenaikan.
"Saat ini perbankan masih menyesuaikan kenaikan suku bunga BI. Jadi mereka diperkirakan memberikan rate yang lebih tinggi ke mutifinance," papar Josua.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan masyarakat akan memberikan respons beragam terhadap kebijakan DP nol persen bagi motor dan mobil.
Masyarakat Pulau Jawa, misalnya. Diperkirakan menyambut positif relaksasi DP nol persen. Namun, tidak demikian dengan masyarakat luar Pulau Jawa. Maklum, di luar Pulau Jawa, masyarakatnya menggantungkan pendapatan dari harga komoditas.
Yang pasti, lanjut Bhima, ada lag (jarak) antara kebijakan DP nol persen ini dengan pertumbuhan pembiayaan kurang lebih selama enam bulan apakah kebijakan ini mampu menggenjot pertumbuhan bisnis pembiayaan multifinance atau sebaliknya.
"Harapannya bisa meningkat, tapi peningkatan jangan sampai merupakan peningkatan semu. Artinya ketika ekonomi kurang baik, lalu terjadi lonjakan NPF," terang dia.
Salah Sasaran
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai kebijakan OJK ini salah sasaran. Sebab, menurut pengamatannya, pertumbuhan kendaraan bermotor memang sudah mencapai titik jenuh, sehingga sulit untuk dikerek kembali.
Alih-alih memberikan pelonggaran kredit kendaraan bermotor, OJK sebaiknya memberi insentif kepada kredit kendaraan logistik dan angkutan umum. Sebab, Djoko meyakini kemudahan akses kepada kendaraan logisitik maupun angkutan umum ini justru menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi.
"Kebijakan ini menurut saya salah sasaran. OJK sebaiknya membuat kebijakan produktif yang bisa dialihkan kepada kendaraan logistik," kata Djoko.
Ia juga memandang kebijakan DP nol persen ini berpotensi memberikan efek negatif. Salah satunya adalah kenaikan konsumsi BBM, karena kendaraan bermotor merupakan konsumen BBM terbesar. Hal ini juga tentunya akan menambah polusi udara, terutama di perkotaan.
Aturan DP nol persen ini tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 yang diterbitkan pada 27 Desember 2018 lalu yang dipublikasikan di situs resmi OJK pada Kamis (10/1). Dalam aturan sebelumnya, OJK menetapkan kewajiban DP untuk motor dan mobil paling rendah sebesar 5 persen dan paling tinggi sebesar 25 persen.
Multifinance sendiri mengaku masih ragu menerapkan DP nol persen untuk pembiayaan motor dan mobil kepada masyarakat.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno bilang banyak pertimbangan sebelum perusahaan mengeksekusi pemberian DP nol persen, terutama kepada nasabah individu/perorangan. Pertimbangan tersebut, meliputi profil risiko nasabah. Lain soal jika relaksasi ini diberikan ke nasabah korporat.
"Misalnya, satu korporat memberikan fasilitas mobil bagi para manajernya dan mereka mau memanfaatkan DP nol persen. Perusahaannya juga cukup bonafide. Bisa saja DP nol persen diberikan oleh multifinance, karena kan cicilan dibayarkan ke perusahaan. Jadi, memang pengembaliannya terjamin," tandasnya.
Sumber : cnnindonesia.com