Liputan6.com, New York : Pergerakan harga emas pada pekan ini diprediksi berada di level US$ 1.680-1760 per ounce. Hingga kini pasar masih tetap menunggu hasil perdebatan panjang antara anggota parlemen Amerika Serikat (AS) dan Presiden Obama mengenai fiscal cliff (jurang fiskal).
Menurut analis komoditas Wahyu Tri Laksono, diskusi soal kebijakan fiscal cliff akan terhenti sementara karena pemerintah dan kongress AS sedang berduka pasca tragedi penembakan brutal yang terjadi di SD Sandy Cook, Connecticut, AS.
"Tapi saya yakin hasil akhir dari perdebatan panjang ini tetap positif, karena tidak mungkin terjadi kiamat kecil di AS," jelas Wahyu saat berbincang dengan liputan6.com, Senin (17/12/2012).
Fiscal cliff adalah sebutan untuk masa berakhirnya UU pembebasan pajak dan pengaturan pengeluaran belanja negara yang dibuat pemerintahan George W. Bush dan berakhir masa periodenya pada 31 Desember 2012. UU yang dibuat saat itu berupa pemotongan pajak baik untuk gaji karyawan atau perusahaan.
Dengan habisnya masa pemotongan pajak, itu berarti akan ada tambahan pajak yang harus dicapai pemerintah senilai U$ 600-700 miliar yang artinya akan ada kenaikan pajak di beberapa sektor.
Masalah kedua dari fiscal cliff adalah pemerintah AS harus memotong anggaran belanja hingga US$ 100 miliar untuk menekan defisit utang. Tapi efek pemotongan belanja negara ini dinilai akan membuat ekonomi lesu.
Wahyu juga menilai saat ini emas sedang tidak menjadi instrumen investasi yang menarik. Pasalnya beberapa isu positif soal ekonomi Amerika tidak membuat harga logam mulia ini menguat.
"Stimulus moneter yang diluncurkan The Fed pada pekan lalu juga tidak direspon positif oleh emas," jelas dia.
The Fed sebelumnya menyatakan akan menghabiskan US$ 85 miliar per bulan untuk mempertahankan dorongan agresif demi menjaga tingkat suku bunga tetap rendah secara jangka panjang.
Langkah itu bertujuan menjaga tingkat suku bunga secara jangka pendek mendekati nol hingga tingkat pengangguran turun hingga di bawah 6,5%.
Padahal stimulus yang dikeluarkan The Fed secara umum melemahkan dolar AS, dan cenderung mengarahkan lebih banyak investor untuk membeli komoditas
Menjelang akhir tahun seperti ini, lanjut dia, investor memang cenderung mengalihkan investasinya ke pasar modal. Inilah yang disebut Santa Claus rally yaitu suatu kenaikan dalam harga saham selama bulan Desember, yang pada umumnya terlihat di pekan terakhir perdagangan sebelum Tahun Baru.
Rally tersebut biasanya berhubungan dengan antisipasi dari January effect, dimana investor menanaman dana tambahan kedalam pasar modal. Dan karena banyak sekali investor sedang bersukacita disekitar liburan Natal dan Tahun Baru, maka lebih banyak orang cenderung membeli daripada menjual saham.
"Pada saat Santa Rally, investor cenderung memilih investasi di pasar modal. Euro dan dolar Australia juga menjadi pilihan yang tepat," jelas dia.