Gina Nur Maftuhah - Okezone
Jum'at, 6 Juli 2012 08:08 wib
Ilustrasi Demo Buruh. (Foto: Okezone)
BANDUNG - Pemerintah mentargetkan sebelum 2014 upah minimum buruh sudah mencapai Rp2 juta per bulan. Upah buruh dibandingkan negara kawasan ASEAN, seperti Malaysia, Thailand dan Singapura, upah buruh Indonesia termasuk sangat kecil alias murah.
Oleh karena itu, Menteri Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan upah buruh akan dinaikkan. "Presiden sudah menginstruksikan, upah minimum buruh sebelum 2014 minimal Rp2 juta dengan syarat produktivitas buruh juga naik sehingga beban pengusaha pun akan turun," ujar dalam paparannya di Hotel Marbella, Bandung, Kamis (5/6/2012) malam.
Armida menyebut, keinginan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini didasari kenyataan bahwa gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan terendah pun sekarang sudah sekira Rp2 juta sehingga jarak gaji antara PNS dan swasta tidak terlalu besar.
"PNS paling rendah, gajinya hampir segitu (Rp2 juta per bulan) jadi Pak Presiden minta take home pay di 2013-2014 juga Rp2 juta, jadi di swasta nanti gapnya juga enggak terlalu tinggi kayak di PNS," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Konsentrasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), M Iqbal, mengatakan dari rezim Soeharto, kebijakan upah buruh murah selalu dikedepankan pengusaha untuk daya jual kepada investor. "Sudah saatnya rezim upah murah dihentikan, ini menjadi objek jual ke investor yang biasa disebut dengan upah buruh Indonesia kompetitif, padahal murah," ungkap Iqbal.
Dia menyebutkan upah buruh Indonesia jauh di bawah upah buruh Singapura dan Thailand bahkan Malaysia. "Upah di Bekasi buruh elektronik, dan otomotif upah minimalnya Rp1,8 juta lah, thailand sudah USD300 per bulan, Malaysia USD500. Singapura tidak ada upah minimum," tegasnya.
Lebih lanjut dia juga mengkritik pencapaian pemerintah seperti investment grade yang tidak bisa dilihat dampaknya secara real. Menurutnya ini hanyalah cuap cuap pemerintah."Pemerintah bangga invesment grade, pertumbuhan ekonomi 6,7 persen, kita enggak butuh angka angka. Kita butuh daya beli naik," pungkasnya (mrt)