JAKARTA - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Chris Biantoro mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diinsiasi politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu sengaja dilakukan untuk merusak tatanan negara.
Bahkan, kata dia, KontraS telah mencium gelagat busuk dari partai besutan Megawati Soekarnoputri itu, di mana maksud di balik revisi tersebut adalah untuk melemahkan KPK. Bahkan, ditengarai hal tersebut sudah dirancang sejak lama.
"Kami mencium aroma busuk pelemahan KPK sudah lama dilakukan PDIP. Terutama saat kriminalisasi terhadap para komisioner KPK," ujar Chris dalam diskusi "Menolak Ancaman `Pembunuhan` KPK", di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2015).
Chris menyebut sejarah telah mencatat saat putri Presiden Sokarno tersebut menjadi orang nomor satu di Indonesia di mana terjadi pristiwa pembunuhan aktivis HAM, Munir.
"Sepertinya ada kesengajaan dari PDIP untuk merusak tatanan negara. Saat peristiwa Munir di mana kala itu Hendropriyono juga diangkat jadi Kepala BIN oleh Presiden Megawati," kata Chris.
Chris menjelaskan, KontraS akan melakukan perlawanan terhadap upaya-upaya "pembunuhan" KPK yang akan dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
Menurutnya, revisi tersebut ingin menjadikan KPK seperti lembaga Komnas HAM yang hanya dapat melakukan penyelidikan.
"Kita tidak mau KPK seperti Komnas HAM yang hanya lembaga penyelidikan. Karena revisi yang dilakukan nantinya akan meregulasi tentang penyadapan yang berpeluang besar dapat bocor," paparnya.
Seperti diketahui, Koalisi Bersih menyatakan penolakan terhadap revisi UU KPK lantaran membatasi umur KPK hanya sampai 12 tahun. Kedua, revisi tersebut juga mengurangi kewenangan KPK untuk melakukan penuntutan.
Selain itu, revisi UU KPK juga dianggap mempersempit ruang gerak KPK karena hanya menggarap kasus yang berpotensi merugikan negara di atas Rp50 miliar.
Kemudian, Koalisi Bersih juga menolak revisi UU KPK lantaran penyadapan dan penyitaan yang dilakukan KPK harus melalui izin ketua Pengadilan Negeri. Operasi tangkap tangan (OTT) juga dinilai mustahil dilakukan oleh lembaga antirasuah karena adanya revisi tersebut. (MSR)