[JAKARTA] Koordinator Sahabat Keadilan Desa atau SaKa Desa, Ismail Hasani mengingatkan Presiden Joko Widodo akan bahaya politisasi dalam implementasi UU No 6/2014 tentang Desa.
Menurut Ismail, pemberlakuan UU Desa telah memicu polemik dan ketegangaan politik, mengingat potensi benefit politik yang besar jika UU ini berlaku.
"Hingga akhir 2014, Presiden Joko Widodo belum juga memenuhi janjinya menyelesaikan penataan kementerian baru, khususnya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDT)," ujar Ismail di Jakarta pada Senin (5/1).
Dia menilai, berlarutnya penyusunan Satuan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Kementerian Desa tersebut potensial menunda pemberlakuan UU Desa dan penyaluran dana desa.
"Publik perlu mafhum bahwa berlarutnya penyusunan SOTK ini karena tarik menarik kepentingan antara elite partai politik," tandas Direktur riset Setara Institute ini.
PDI-P dan NasDem, kata Ismail, berkepentingan agar sebagian urusan desa, khususnya urusan pemerintahan desa tetap ditangani oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sedangkan Kementerian Desa berpedoman pada UU Desa yang menegaskan agar urusan desa ditangani secara holistik oleh Menteri Desa, sebagai kementerian yang dibentuk secara khusus untuk menangani implementasi UU Desa.
"Perlu diingat bahwa selama puluhan tahun, desa di bawah Kemendagri telah menjadi alas kaki kekuasaan penopang kekuasaan pemerintah tanpa otonomi yang jelas," katanya.
Kemendagri, khususnya Direktorat Jenderal PMD, lanjutnya juga telah menjadi agen pemberdayaan kemiskinan yang terus menerus menggunakan kemiskinan sebagai komoditi tanpa penyelesaian serius.
"Jokowi harus menyadari bahaya politisasi implementasi UU Desa ini, bukan hanya akan menciderai janji politiknya, tetapi juga membuat Jokowi berpotensi melanggar UU bahkan melanggar Konstitusi, khususnya Pasal 18 B (2) UUD Negara RI," pungkasnya
Source