JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diyakini bakal sulit mewujudkan janji-janji kampanyenya pada Pilpres lalu. Pasalnya, sejak awal sudah terlihat jelas ada persoalan besar yang menghambat kerja-kerja kabinet Jokowi-JK.
Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra, Habiburokhman mengungkapkan, hambatan besar tersebut bukan datang dari luar pemerintahan, namun justru dari dalam pemerintahan sendiri berupa ketidakkompakan atau lemahnya koordinasi internal kabinet.
"Secara terbuka menteri-menteri kabinet Jokowi mengeluarkan pernyataan dan sikap yang berbeda-beda atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah. Kita bisa melihat indikasi ketidakkompakan tersebut dalam beberapa momen," kata dia dalam siaran pers kepada Okezone di Jakarta, Minggu (14/12/2014) malam.
Ketidakkompakan tersebut kata dia terlihat dari beberapa kasus. Pertama, yakni pada saat peluncuran program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) beberapa hari setelah pelantikan kabinet.
Seorang menteri kata dia, dengan gamblang menyatakan dana kartu tersebut diambil dari CSR BUMN, sementara menteri lainnya menyatakan dana tersebut diambil dari APBN.
"Meskipun akhirnya diluruskan namun perbedaan penjelasan tersebut telah membuat publik bingung. Bagaimana mungkin pejabat sekelas menteri tidak tahu asal dana sebuah program pemerintah," kritiknya.
Kemudian yang kedua, lanjut dia, yaitu soal kebijakan penenggelaman kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Presiden Jokowi dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti begitu semangat dengan ide penenggelaman, namun Jaksa Agung HM Prasetyo secara terang-terangan menyatakan ketidaksepakatannya atas penenggelaman tersebut.
"Penenggelaman kapal ikan asing adalah sebuah bentuk aktivitas penegakan hukum yang harus dilaksanakan dengan penuh keyakinan dan didukung seluruh elemen bangsa terutama unsur pemerintahan," terangnya.
Habiburokhman menambahkan, jika benar-benar dilaksanakan dengan serius aksi tersebut, maka akan menegakkan wibawa pemerintah di mata dunia internasional. Namun, sebaliknya bisa ditertawakan bangsa lain bila dalam hal penegakan hukum saja pejabat negara tidak satu suara.
"Sedangkan yang paling mutakhir adalah soal penghapusan lembaga-lembaga nonstruktural dengan alasan efisiensi. Di saat Presiden Jokowi membubarkan lembaga-lembaga nonstruktural tersebut, Menteri Hukum dan HAM justru membentuk tim khusus untuk menganalisa kasus kisruh kepengurusan DPP Partai Golkar," bebernya.
Menurutnya, kerja tim khusus tersebut mirip dengan lembaga nonstruktural karena mengerjakan hal-hal yang menjadi wewenang kementerian. Alangkah lebih baik kata dia, jika menteri tersebut berdayakan staf yang ada di kementerian karena memang itu tugas mereka.
"Fenomena ketidakkompakan anggota kabinet Jokowi ini merupakan hal baru bagi kita. Di era presiden-presiden sebelumnya hal seperti ini tidak pernah terjadi. Ketidakkompakan tersebut pastinya akan membawa dampak negatif bagi negara. Roda pemerintahan akan sulit berjalan dengan baik jika para menteri justru saling bantah satu sama lain," tutupnya.
(put)