JAKARTA– Peraturan Pemerintah (PP) No 63/2005 tentang Sumber Daya Manusia di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengubah masa tugas penyidik yang ditempatkan di lembaga antikorupsi itu menjadi paling lama 10 tahun.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menandatangani PP tersebut pada Desember 2012. Sebelumnya masa tugas penyidik Polri yang diperbantukan di KPK hanya delapan tahun.
“Saya dengan Presiden sudah setuju, sudah oke. Kemungkinan sih sudah ditandatangani,” ujar Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Azwar Abubakar di Jakarta kemarin. Salah satu butir PP itu menyebutkan, masa tugas penyidik Polri di KPK selama empat tahun, tetapi dapat diperpanjang dua kali. Perpanjangan pertama empat tahun dan perpanjangan kedua selama dua tahun hingga totalnya 10 tahun.“ PP ini berlaku untuk pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari Polri,Kejaksaan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),”tandasnya.
Mengenai mekanisme penarikan penyidik ke Mabes Polri, tetapi penyidik yang diperbantukan di KPK tersebut sedang memegang perkara di KPK, Azwar menjelaskan, dalam PP itu telah diatur bahwa enam bulan sebelum masa bakti anggota Polri habis sehingga wajib untuk segera dikoordinasikan dengan KPK, Kejaksaan,dan BPKP.Kendati demikian,Azwar mengaku surat PP tersebut belum sampai ke tangannya.
“Saya belum tahu (PP nomor berapa) karena belum dikembalikan ke saya lagi. Saya belum terima (dari Mensesneg),”tambahnya. Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden SBY dalam pidatonya pada 8 Oktober lalu menginstruksikan agar PP yang mengatur masa tugas penyidik KPK segera dibuat sehingga masa tugas Polri di KPK tidak lagi menjadi polemik. Rancangan PP ini perubahan atas PP No 63/2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK. Ketua KPK Abraham Samad seusai mengikuti puncak peringatan Hari Antikorupsi dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia di Istana Negara mengatakan, KPK menyetujui apa pun yang disahkan pemerintah dalam PP tersebut.
Menurut dia,KPK akan mengikuti semua instruksi dalam PP yang telah ditandatangani Presiden SBY. “Apa pun yang diputuskan, kalau itu sudah jadi keputusan, yakita ikutin.Apa pun yang sudah menjadi konsensus, kewajiban kita adalah menjalankan,”tuturnya. Terhadap revisi PP ini, Abraham mengaku KPK tidak dilibatkan oleh pemerintah. KPK hanya dikabarkan dan diinformasikan tentang garis besar dari PP tersebut.“Kalau diberi tahu diikutkan, ya diikutkanlah, detail mungkin tidak, saya tidak terjebak di situ,”tambahnya.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan,dalam revisi PP itu terdapat beberapa poin yang krusial selain masa tugas pegawai dari instansi lain yang dipekerjakan di KPK.Di antaranya masa pensiun pegawai yang diperbantukan dan eselonisasi orang yang di KPK setara dengan apa.Yang paling ekstrem soal masa tugas itu karena berkaitan dengan kondisi KPK saat ini. Saat ditanyakan bagaimana dengan penyidik Polri yang sudah menjadi pegawai tetap KPK, Johan mengungkapkan, dalam PP yang belum direvisi sebelumnya terdapat ketentuan dan mekanisme alih status menjadi pegawai tetap.
Namun, dia belum mengetahui apakah soal alih status penyidik Polri itu pun masuk PP yang baru.“Sebelumnya di PP (lama) itu ada soal alih status penyidik itu kalau sudah masuk empat tahun kedua sudah habis diserahkan ke pegawai/penyidiknya untuk di (menjadi pegawai tetap) KPK.Sekarang mungkin ada, tapi revisi lengkap soal itu saya belum tahu,”kata Johan di Jakarta kemarin. Sementara itu,Presiden SBY dalam sambutan pada peringatan Hari Antikorupsi dan HAM Sedunia mengatakan, selama delapan tahun pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) dia menggolongkan dua jenis korupsi.
Pertama adalah korupsi yang dilakukan dengan niat korupsi dan kedua adalah korupsiyangterjadikarenaketidakpahaman pejabat tersebut apakah yang dilakukannya tergolong kategori korupsi. Karena itu, lanjut Kepala Negara, negara wajib menyelamatkan para pejabat yang tidak punya niat untuk melakukan korupsi,namun dia bisa salah langkah dalam mengemban tugasnya.
“Kadang-kadang diperlukan kecepatan pengambilan keputusan memerlukan kebijakan yang cepat. Jangan dia dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi. Ada pula yang tidak boleh terjadi fenomena keragu-raguan dalam mengambil kebijakan dan menggunakan anggaran karena takut disalahkan,” ujar Presiden tanpa menyebut nama pejabat yang dimaksud. Dari pengamatan mantan Menkopolkam di era pemerintahan Megawati Soekarnoputri ini,tahun-tahunterakhirbanyak masalah yang sebelumnya bisa diselesaikan di tingkat menteri atau di tingkat daerah naik ke tingkat Presiden.
Keragu-raguan di tingkat menteri dan daerah ini tidak boleh terus terjadi. Pada kesempatan itu Presiden mengingatkan agar para penegak hukum bisa memisahkan antara wilayah penegakan hukum dan wilayah politik. Hukum berkaitan dengan kebenaran dan keadilan. Sedangkan politik, lanjut Presiden, bagaimanapun tidak terbebas dari kepentingan kekuasaan.
“ Mari kita berikan kepercayaan kepada para penegak hukum,jalankan tugasnya tanpa gangguan politik apa pun.Jangan diganggupolitik,berikankepercayaan, berikan ruang kepada penegakhukum,” tandasnya.
Sumber : seputar-indonesia.com