Sejumlah pengamat hukum berharap Mahkamah Agung (MA) segera membenahi sistem penggunaan anggarannya, karena sering kali mendapatkan kritik pedas soal dugaan ketidaktransparan penggunaan anggaran dan administrasi.
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fajrul Falaakh mengatakan, seharusnya kritikan itu dijadikan cambuk bagi MA untuk memperbaiki citranya yang selama ini masih negatif di mata masyarakat. Dugaan ketidaktransparan pengelolaan keuangan MA tidak terlepas dari budaya lembaga peradilan tertinggi itu, yang dinilai tidak cakap dalam perencanaan.
“Seharusnya pasca mandirinya lembaga peradilan dari Kementerian Hukum dan HAM, Mahkamah Agung mempersiapkan SDM dalam beberapa hal, di antaranya menyangkut perencanaan pengelolaan anggaran dan administrasi,” katanya saat dihubungi kemarin. Menurut dia sebelumnya, peradilan di bawah Kementerian Hukum dan HAM. Semua pengelolaan anggaran dan administrasi sudah ada yang menangani dan hakim tidak terbiasa dengan itu. Sementara anggaran MA cukup besar dan membawahi peradilan di seluruh Indonesia.
“Menurut saya,pemicunya yaadministrasi dan protokoler yang masih harus dilakukan penataan ulang,”kata Fajrul. Menurut Fajrul, hakim agung yang aktivitas sehari-harinya menyelesaikan perkara yang menumpuk di MA, sudah tidak terlalu fokus dengan urusan anggaran dan administrasi, termasuk protokoler.Fakta itulah yang dijadikan celah oleh para oknum di MA untuk memanipulasi sejumlah perencanaan kegiatan. Khususnya menyangkut penganggaran kegiatan dan fasilitas para hakim yang kurang memadai.
Dosen Fakultas Hukum UGM ini mencontohkan, berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2012 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), MA dua kali berturutturut mendapat predikat pengelolaan anggaran ‘Wajar dengan Pengecualian’ atau WDP. Predikat ini didapat pada 2010 dan 2011.Namun,kendati mendapatkan predikat itu,MA masih banyak memiliki kelemahan dalam sistem pengendalian pelaksanaan anggaran. Kritikan Hakim Agung Gayus Lumbuun terkait ketidaktransparankeuanganMA, lanjut dia,merupakan satu bentuk masukan positif yang harus didorong.
Pejabat dan birokrat MA harusmembukadiriuntukmemberikan transparansi terhadap hakdantunjanganyangseharusnya diterima oleh para hakim. Pakar hukum tata negara dari Universitas Khairun,Ternate Margarito Kamis juga berharap ada keterbukaan dari birokrat MA menyangkut rencana program dan penganggaran di MA. Tanpa itu, lembaga peradilan tertinggi tersebut tidak akan mendapatkan simpati masyarakat.“ Masyarakat rindu peradilan yang berwibawa,”kata Margarito, kemarin.
Ketua Muda Mahkamah Agung (MA) bidang Pidana Khusus Djoko Sarwoko mengatakan, setiap tahun BPK sudah melakukan audit terhadap MA.Jika ada hakim dan pihakpihak mempersoalkan transparansi keuangan MA, sama saja mempertanyakan hasil audit BPK, selaku lembaga negara yang resmi melakukan audit. “Silakan kalau mau audit dari luar.Tiap tahun kan diaudit dari BPK. Bisa tersinggung nanti BPK hasil auditnya diragukan,” kata Djoko Sarwoko di Jakarta.
Sumber : seputar-indonesia.com