Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bukan hanya bertugas mencatatkan keinginan dari pihak-pihak dalam melakukan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah berdasarkan kaidah hukum Perdata. PPAT wajib berpedoman pada peraturan perundangan pertanahan terkait subjek dan objek peralihan hak atas tanah dimaksud.
Demikian ditegaskan dalam acara “Orientasi Pelatihan Ujian Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT)” yang diselenggarakan oleh Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama yang berlangsung di Ruang Rapat Gedung C Lt.2, Jumat-Sabtu (15-16 November 2013).
Enam orang narasumber dalam pelatihan tersebut, yaitu Dr. Habib Adjie, SH, M.Hum (Kaprodi Magister Kenotariatan Universitas Narotama), Dr. Andi Hartanto, SH, MH (Dosen Magister Kenotariatan Universitas Narotama), Gatot Triwaluyo, SH, M.Kn (Notaris & PPAT), Dr. AA Andi Prajitno, SH, M.Kn (Notaris & PPAT), Sri Wahyu Jatmiko, SH, M.Kn (Notaris & PPAT) dan Endang Sri Kawuryan, SH, M.Kn (Ketua Dewan Kehormatan INI Kota Malang).
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 37/1998, Tanggal 5 Maret 1998, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terdiri dari PPAT, PPAT Sementara, dan PPAT Khusus. PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah, biasanya jabatan ini dirangkap oleh Notaris. PPAT Sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah. [ger]
Foto: Endang Sri Kawuryan, SH, M.Kn menyampaikan materi pelatihan PPAT pada hari pertama, Jumat (15/11).