Ketimbang Orang Tua, Robot Lebih Bisa Menilai Kesejahteraan Mental Anak
02 September 2022, 18:50:20 Dilihat: 369x
Jakarta, Universitas Narotama -- Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan robot memiliki kemampuan lebih baik dalam mendeteksi masalah kesejahteraan mental anak. Bahkan melebihi kemampuan orang tua sebagai orang terdekat anak.
Melansir Science Daily, Jumat (2/9/2022), penelitian ini dilakukan oleh tim robotik dari University of Cambridge. Mereka melakukan penelitian terhadap 28 anak berusia 8-13 tahun dan meminta robot humanoid seukuran anak untuk mengolah serangkaian kuesioner psikologis standar untuk menilai kesejahteraan mentalnya.
Para peneliti mengatakan bahwa robot bisa menjadi alat tambahan yang berguna untuk mengukur kesehatan mental menggunakan metode tradisional. Namun, mereka tidak mendukung robot menggantikan para tenaga profesional.
Kepala Lab Affective Intelligence and Robotics di Cambridge's Department of Computer Science and Technology, Prof Hatice Gunes mengaku telah mempelajari bagaimana kerja robot SAR dapat digunakan sebagai 'pelatih' kesejahteraan mental untuk orang dewasa, tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini ia juga mempelajari bagaimana manfaat mereka untuk anak-anak.
"Setelah saya menjadi seorang ibu, saya jauh lebih tertarik pada bagaimana anak-anak mengekspresikan diri mereka saat mereka tumbuh, dan bagaimana hal itu mungkin tumpang tindih dengan pekerjaan saya di bidang robotika," kata Gunes.
Menurutnya, anak-anak cukup tertarik pada teknologi. Khususnya pada alat-alat yang lebih interaktif.
Bersama rekan-rekan peneliti di Department of Psychiatry Cambridge, ia merancang eksperimen untuk melihat apakah robot bisa menjadi alat yang berguna untuk menilai kesejahteraan mental pada anak-anak.
Penelitian ini dilakukan dalam 45 menit setiap sesi. Masing-masing anak akan dihadapkan dengan robot humanoid setinggi sekitar 60 cm. Kemudian, orang tua atau wali bersama anggota tim peneliti diamati melalui ruangan yang berdekatan.
Sebelum memasuki sesi bersama robot, anak-anak dan orang tua atau walinya diminta untuk menyelesaikan kuesioner online standar untuk menilai kesejahteraan mental setiap anak.
Pada sesi bersama robot, robot akan melakukan empat tugas yang berbeda. Di antaranya mengajukan pertanyaan terbuka tentang kenangan bahagia dan sedih selama seminggu terakhir dan memberikan Short Mood and Feelings Questionnaire (SMFQ).
Kemudian menyajikan gambar dan meminta anak untuk menjawab pertanyaan terkait gambar tersebut, dan mendapatkan skala kecemasan dan depresi anak (RCADS) untuk kecemasan umum, gangguan panik, dan suasana hati yang rendah.
Para peserta kemudian berinteraksi dengan robot sepanjang sesi dengan cara berbicara atau menyentuh sensor di tangan dan kaki robot. Sensor tambahan berfungsi untuk melacak detak jantung, gerakan kepala dan mata para peserta.
Hasilnya menunjukkan, peserta penelitian mengatakan bahwa mereka senang berbicara dengan robot. Beberapa di antara mereka membagikan cerita yang belum pernah mereka bagikan baik secara langsung maupun melalui kuesioner online.
Para peneliti menemukan bahwa anak-anak dengan berbagai tingkat masalah kesejahteraan mental berinteraksi secara berbeda dengan robot. Untuk anak-anak yang mungkin tidak mengalami masalah terkait kesejahteraan mental, interaksi mereka dengan robot menunjukkan respons yang lebih positif terhadap kuesioner.
Namun, untuk anak-anak yang mungkin mengalami masalah terkait kesejahteraan mental, mereka mengungkapkan perasaan dan pengalaman mereka yang sebenarnya, yang mengarah ke respons lebih negatif terhadap kuesioner.
Abbasi, salah seorang anggota peneliti mengatakan, anak-anak lebih mungkin untuk membocorkan informasi pribadi seperti diintimidasi, kepada robot daripada orang dewasa. Menurutnya, anak-anak melihat robot sebagai orang kepercayaan mereka.
Studi mengenai kemampuan robot dalam menilai kesejahteraan mental anak ini dipresentasikan dalam IEEE International Conference on Robot & Human Interactive Communication (RO-MAN) ke-31 di Naples, Italia, Kamis (1/9/2022) kemarin.