Upaya Ubah Opini Publik di Balik Mobilisasi Massa Jokowi 3 Periode
01 April 2022, 10:56:01 Dilihat: 327x
Jakarta, -- Sejumlah pengamat menilai aktor intelektual di balik wacana penundaan pemilu atau Jokowi tiga periode tengah berusaha mengubah opini publik melalui penggalangan massa dari kelompok tertentu, bukan hanya melalui jalur elite politik.
Hal itu dikatakan terkait dengan perubahan 'tunggangan politik' untuk menyuarakan wacana tersebut.
Sebelumnya, wacana ini digadang-gadang oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, yang kemudian didukung Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, serta mendapat indikasi dukungan dari Golkar.
Selain ditentang masyarakat sipil dan aktivis demokrasi, wacana ini diketahui mendapat penolakan publik.
Survei Indonesia Polling Station (IPS), pada 8-18 Maret, yang dilakukan di 34 provinsi terhadap 1.220 responden, mengungkapkan 74,6 persen publik menolak penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo.
Hasil survei Charta Politika, 27 Januari - 9 Februari, di Jatim, Jabar, dan Lampung, menunjukkan penolakan publik pada wacana tersebut mencapai 70,6 persen.
Senada, jajak pendapat Litbang Kompas di 34 provinsi pada 7-12 Maret mengungkapkan 62,3 persen responden menyatakan setuju pemilu tetap digelar 14 Februari 2024.
Usai ragam penolakan itu, wacana Jokowi tiga periode hidup kembali usai gelaran acara Silaturahmi Nasional (Silatnas) Desa, Selasa (29/3). Acara ini digawangi oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) kubu Surtawijaya.
Beberapa hari berselang, dukungan juga ada dari pihak yang diklaim sebagai ulama di Banten. Ketua Kadin Banten Mulyadi Jayabaya sebelumnya menitipkan pesan dari para ulama Banten ke Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Dia mengklaim para ulama mendoakan Jokowi agar bisa melanjutkan kepemimpinan hingga 2027.
"Pesan para kiai, ulama, ini tolong sampaikan kepada Pak Jokowi, minta disampaikan kepada Jokowi mau diperpanjang tiga tahun saja, Pak, untuk selesaikan ekonomi," ujar Mulyadi pada acara yang dihadiri Luhut Pandjaitan di Lebak, Kamis (31/3).
Pengamat politik Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo mengatakan inisiator atau aktor intelektual di balik wacana itu sebenarnya menginginkan 'bola' bergulir di DPR dan MPR.
Namun hal itu tidak mudah lantaran wacana tersebut ditolak banyak partai politik. Oleh karenanya, kelompok masyarakat digerakkan "untuk mengubah opini publik" bahwa wacana penundaan pemilu atau Jokowi 3 periode didukung oleh masyarakat.
"Makanya organisasi masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat ini dipakai untuk memperkuat klaim bahwa rakyat mendukung 3 periode atau penundaan pemilu atau apa lah itu," kata Kunto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (31/3) malam.
Ia memperkirakan, ke depan, akan semakin banyak deklarasi yang mendukung penundaan pemilu atau Jokowi 3 periode. Sejumlah acara-acara akan dimanfaatkan untuk menyuarakan wacana tersebut.
Kunto berpendapat ada kemungkinan partai politik yang sekarang menolak, kemudian berbalik badan mendukung jika bola dukungan dari kelompok masyarakat semakin membesar.
"Apalagi kalau pemberitaan di media masif, di media sosial juga masif, mau gak mau mereka (partai politik) balik badan," katanya.
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, berpendapat senada.
Menurutnya, adanya aksi penggalangan massa tersebut menunjukkan adanya upaya memindahkan lokus bahwa penundaan pemilu itu bukan hanya agenda elit, namun juga agenda populis.
Jika massa pro penundaan tersebut terus tereskalasi, maka, kata dia, strategi penggalangan massa ini secara psikologis bisa memengaruhi partai-partai yang menolak penundaan pemilu.
"Potensi itu memungkinkan apabila massa penundaan pemilu itu kemudian juga mampu mempengaruhi kelompok pemilih dari parpol yang kontra penundaan pemilu tersebut," kata Wasis.
Namun demikian, Wasis berpendapat penggalangan massa penundaan pemilu masih belum punya narasi moral yang kuat, sehingga mampu membius publik secara lebih luas.
"Hampir mirip sebenarnya pola gerakan 212, hanya saja gerakan ini besar karena ada spirit moral 'penistaan agama', sementara kelompok pro (penundaan pemilu) ini belum punya narasi itu," kata dia.
Operasi Masif
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menilai ada operasi yang sistematis di balik bermunculannya dukungan Jokowi 3 periode. Gerakan itu, menurutnya cukup lama hilang hingga belakangan muncul dengan masif.
Menurutnya, Jokowi seharusnya bersikap tegas jika benar-benar menolak wacana itu.
"Semua publik tau siapa aktor yang memobilisasi gerakan ini. Tak perlu sebut merek, sudah jadi rahasia umum. Kalau nolak 3 periode ini, Jokowi mestinya bersikap keras, marah pada mereka yang terus-menerus menjerumuskannya," kata Adi.
Ia mengaku miris melihat oknum aparat desa yang mendukung Jokowi 3 periode. Gagasan itu, kata dia, jelas inkonstitusional. Adi mengatakan aparat desa, semestinya fokus mengembangkan desa, netral, bukan genit urus politik.
Namun, Adi berkata bahwa gerakan itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan, lantaran lebih banyak massa yang menolak wacana penundaan pemilu.
"Ini mau pamer dukungan. Padahal yang dukung itu bukan siapa-siapa, cuma secuil tak ada artinya dibanding yang nolak. Anggap aja yang dukung penundaan ini lucu-lucuan buat hiburan di tengah pandemi," katanya.