Pakar: Pasukan Siber Pelihara Isu Medsos Tunda Pemilu Sejak 2019
22 Maret 2022, 11:49:27 Dilihat: 169x
Jakarta, Universitas Narotama -- Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menyebut isu soal penundaan pemilihan umum (Pemilu) sudah dihembuskan di media sosial sejak 2019 dan bertahan hingga saat ini.
Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto menduga ada peran penggaung di media sosial atau buzzer dalam menjaga isu penundaan pemilu tetap ada di media sosial.
"Pada isu-isu yang sangat awet yang biasanya bisa bertahan begitu lama, biasanya itu ada yang menggerakkannya," ujarnya lewat siaran langsung di Space Twitter, Senin (21/3).
Dugaan soal isu penundaan pemilu disebarkan pasukan siber itu bukan tanpa alasan. Hal ini diungkap Wijayanto lewat riset LP3ES bersama Drone Emprit dan beberapa Universitas.
Dia mencontohkan isu artis atau gosip yang narasinya berkembang di media sosial hanya bisa bertahan satu sampai tiga bulan. Padahal isu tersebut terbilang menarik perhatian publik.
Sedangkan isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dinilai Wijayanto tidak menarik karena sulit dipahami publik, namun bisa bertahan sejak 2019.
"Ada satu upaya manipulasi opini publik yang sistematis yang di belakangnya ada pasukan siber. Itu kesimpulan riset kita," pungkasnya.
Dengan demikian, ia menduga ada upaya serius untuk memperpanjang masa jabatan presiden. Terlebih sejumlah elit partai politik satu per satu angkat bicara ihwal perpanjangan masa jabatan presiden.
Di samping itu menurut Wijayanto penggunaan big data yang diungkap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan merupakan bentuk manipulasi opini publik melalui propaganda media sosial.
"Penggunaan big data dalam hal ini melakukan manipulasi opini publik melalui sosmed propaganda. Kita melihat ada pergerakan itu, terutama pada isu presiden 3 periode yang berlangsung sampai saat ini," pungkasnya.
Sebelumnya Luhut menyebut pemerintah menanggapi aspirasi masyarakat soal dukungan penundaan Pemilu 2024. Menurut dia aspirasi itu diketahui dari big data percakapan 110 juta orang di media sosial.
Dari jumlah itu, beberapa di antaranya bahkan diklaim merupakan para pemilih sejumlah partai besar yakni PDIP, Gerindra, dan Demokrat.
Klaim Luhut itu menuai banyak keraguan dari banyak pihak, salah satunya dari Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia Ismail Fahmi.
Kata Ismail hanya 10.852 akun Twitter yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam pembicaraan jabatan presiden tiga periode. Mayoritas dikatakan menolak.