Wagub DKI Sebut Pindah Ibu Kota Akan Ubah 60 Undang-undang
25 Januari 2022, 09:10:50 Dilihat: 173x
Jakarta, Universitas Narotama -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, akan mengubah sedikitnya 60 regulasi perundang-undangan.
"Lebih dari 60 undang-undang itu perlu dilakukan revisi karena UU yang 63 lebih itu menyangkut Ibu Kota," ujar Riza saat menghadiri acara pelantikan Ketua RT/RW di Kelurahan Pademangan Barat, Pademangan, Jakarta Utara, dikutip Antara, Senin (24/1).
Riza mencontohkan Undang-Undang Partai Politik (Parpol) itu nantinya bisa diputuskan untuk direvisi apabila Ibu Kota Negara berpindah karena dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyebutkan domisili Ibu Kota adalah Jakarta.
Selain itu, kata Riza, ada banyak lagi UU yang perlu dilakukan perubahan. Berbagai peraturan perundang-undangan, baik yang bersifat organik maupun sektoral yang harus diperbarui sepanjang berkaitan dengan status badan dan lembaga terkait Ibu Kota Negara.
Namun, menurutnya, perubahan regulasi perundang-undangan Republik Indonesia karena Ibu Kota Negara mau dipindah ke Kalimantan Timur, tidak akan memundurkan realisasi rencana pemindahan tersebut.
"Bisa saja sekitar tahun 2023-2024, realisasinya sudah terlihat secara bertahap," kata Riza.
Sementara itu dua tahun lalu, dalam acara diskusi bersama wartawan di Balikpapan, Kalimantan Timur pada 18 Desember, Presiden Joko Widodo memaparkan ada 9 UU yang harus direvisi untuk mewujudkan rencana pemindahan Ibu Kota Negara. Setidaknya ada lima UU yang perlu direvisi, dua UU bisa direvisi atau dibuat baru, dan dua UU harus dibuat baru.
Lima UU yang perlu direvisi adalah UU Nomor 29/2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan RI, UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU Nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, dan UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Dua UU yang bisa direvisi atau dibuat baru adalah UU tentang Penataan Ruang di Ibu Kota Negara dan UU tentang Penataan Pertanahan di Ibu Kota Negara. Sementara itu, UU yang benar-benar harus dimulai sejak awal adalah undang-undang tentang nama daerah yang dipilih sebagai Ibu Kota Negara dan UU tentang Kota.