Dampak Positif Pembangunan Sekolah di Masa Politik Etis bagi Indonesia
07 Januari 2022, 10:53:28 Dilihat: 66879x
Jakarta - Politik etis muncul setelah adanya kritik mengenai sistem tanam paksa yang dilakukan kolonial Belanda di Indonesia.
Politik etis atau dikenal politik balas budi merupakan suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial Belanda memegang utang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Kebijakan politik etis dikeluarkan oleh Ratu Belanda Wilhelmina pada 1899.
Ada tiga program utama yang dibuat dalam kebijakan tersebut, yakni irigasi, pendidikan, dan emigrasi (transmigrasi).
Adanya politik etis berdampak positif bagi bangsa Indonesia. Lewat program Pendidikan dibangun sekolah-sekolah di sejumlah wilayah di Hindia Belanda.
Dari situlah melahirkan tokoh-tokoh atau golongan pelajar yang kemudian berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Pembangunan sekolah-sekolah
Dalam buku Kolonialisme: Eksploitasi dan Pembangunan Menuju Hegemoni (2019) karya Miftakhudin, awal pendidikan hanya untuk bangsawan, yang diselenggarakan para raja dan wali dengan memanfaatkan lingkungan keraton dan pesantren.
Tapi adanya kolonial dan adanya intervensi Belanda ke ranah politik kemudian dibangun sekolah-sekolah.
Sekolah yang dibangun seperti, Sekolah Rakyat, Meer Uitgebreid Lagere School Onderwijs (MULO) setara SMP, Algemeen Metddelbare School (AMS) setara SMA.
Kemudian Technische Hoogere School (THS) atau sekolah tinggi teknik di Bandung, School tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA) atau sekolah kedokteran, dan Rechts Hoogere School (RHS) atau sekolah tinggi hukum di Batavia.
Pendirian sekolah-sekolah tersebut bertolak dari kebutuhan Belanda akan pegawai sipil, medis dan militer. Dari situ hanya laki-laki ningrat yang diizinkan bersekolah.
Memasuki masa pergerakan nasional, mulai memperhatikan pendidikan secara mandiri menggagas sekolah untuk pribumi.
Itu sebagai wujud keprihatinan atas kebijakan pilih kasih pemerintah Belanda.
Sekolah Dasar belajar enam tahun, SMP dan SMA masing-masing tiga tahun adalah sejumlah contoh peninggalan non materi pemerintah Kolonial Belanda.
Dampak positif
Pembangunan sekolah-sekolah pada pelaksanaan politik balas budi oleh pemerintah Hindia Belanda melahirkan dampak positif bagi bangsa indonesia. Beberapa di antaranya yakni:
Meningkatkanya pendidikan formal
Mengurangi jumlah buta huruf
Lahirnya golongan terpelajar dan terdidik
Penduduk pribumi yang terpelajar bisa bekerja profesional untuk pemerintahan Hindia Belanda
Munculnya organisas pergerakan nasional
Adanya sekolah-sekolah sangat berperan dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan di Hindia Belanda.
Dilansir situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud), pendidikan merupakan program peningkatan mutu SDM dan pengurangan jumlah buta huruf yang berimplikasi baik untuk pemerintah Belanda sendiri yaitu mendapatkan tenaga kerja terdidik namun bergaji murah.
Dampak positif yang diperoleh sifatnya jangka panjang bagi bangsa Indonesia.
Di mana melahirkan golongan terpelajar dan terdidik. Golongan tersebut membuat pemerintah Belanda menjadi terancam.
Karena munculnya organisasi-organisasi pergerakan nasional seperti Budi Utomo dan Sarikat Islam.
Bahkan sangat berperan dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan di Hindia Belanda.
Pada 1900, berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.
Para pelajar bumiputra tidak memandang suku, ras, agama dan perbedaan.
Mereka lebih merasa bersama sebagai kaum bumiputra yang tertindas.
Perjuangan di masa Pergerakan Nasional yang digerakan oleh kalangan terdidik dilakukan melalui pembentukan organisasi-organisasi.
Organisasi yang dibentuk tidak hanya bergerak dalam bidang politik tapi juga pendidikan dan sosial.