Siswa Kaltara 3 Tahun Tak Naik Kelas Diduga karena Pelajaran Agama
22 November 2021, 10:49:18 Dilihat: 192x
Jakarta, -- Kemendikbudristek mengirimkan tim guna mendalami aduan orang tua tiga siswa salah satu SD Negeri di Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) yang tidak naik kelas tiga tahun berturut-turut diduga karena perbedaan agama.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Jumeri mengatakan pihaknya mengirimkan Unit Pelaksana Teknis lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (UPT LPMP) ke sekolah terkait bersama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Ya ini KPAI beserta tim kami, UPT LPMP Kaltara sedang ke lokasi ini, sedang mendiskusikan ya," kata Jumeri saat sambungan telepon, Senin (22/11).
Jumeri mengaku saat ini belum menerima laporan yang lengkap mengenai kasus tiga anak yang tidak naik kelas selama tiga tahun berturut-turut itu.
Ditjen Disdakmen, kata Jumeri, baru mendapatkan laporan lisan dari LPMP setempat bahwa anak tersebut tidak mau mengikuti pelajaran agama di sekolah sebagaimana yang telah disepakati pihak orang tua.
Menurut Jumeri, persoalan ini tidak mudah. Ia berujar seharusnya siswa konsekuen mengikuti pelajaran sebagaimana disepakati orang tua dengan pihak sekolah.
Di sisi lain, pihak sekolah juga memiliki aturan mengenai siapa yang bisa naik kelas dan tidak. Aturan ini, kata Jumeri, mesti ditegakkan agar siswa tidak bertindak seenaknya.
"Dia katanya penganut agama Yehuwa sudah memilih agama kristen tapi juga tidak menempuh pelajaran di Kristen," tuturnya.
Informasi ini berbeda dengan pernyataan Komisioner KPAI, Retno Listyarti. Berdasarkan aduan yang Retno terima dari orang tua ketiga anak tersebut, AT, anaknya tidak mendapatkan akses pendidikan Agama Kristen yang disediakan sekolah.
"Selama tahun ajaran 2019-2020, Bapak AT terus berupaya meminta agar ketiga anaknya diberikan akses pendidikan agama dari pihak sekolah. AT tidak pernah menolak kelas agama Kristen tersebut, bahkan memintanya," kata Retno dalam keterangan resmi, kemarin.
Bahkan, menurut Retno, Guru Pendidikan Jasmani dan Pembimbing Pendidikan Agama Kristen SDN 051 mengaku bahwa AT sudah menemuinya sejak awal tahun 2019. Ia terus meminta agar anaknya dilibatkan dalam pelajaran agama di sekolah.
"Namun dirinya keberatan karena adanya perbedaan akidah dan ajaran antara keyakinannya dan agama ketiga anak sebagai Kristen Saksi-Saksi Yehuwa," ujar Retno.
Karena tinggal kelas selama tiga tahun berturut-turut, kata Retno, kondisi psikologis ketiga anak tersebut sangat terpukul. Mereka sudah mulai kehilangan semangat belajar dan malu dengan teman-temannya.
Retno mengatakan persoalan yang menimpa ketiga anak itu bukan karena mereka tidak pandai secara akademik, melainkan perlakuan diskriminatif dari pihak sekolah atas keyakinan yang mereka anut.
"Ketiga anak sudah menyatakan dalam zoom meeting dengan KPAI dan Itjen Kemendikbud Ristek, bahwa mereka tidak mau melanjutkan sekolah jika mereka tidak naik kelas lagi untuk keempat kalinya," tutur Retno.
Menanggapi hal ini, Jumeri menyatakan pihaknya belum mengetahui secara persis persoalan tersebut. Menurutnya, sejauh ini informasi yang Ditjen Dikdasmen terima baru laporan permukaan saja.
"Saya belum tahu persis makanya kita akan lihat laporannya secara komprehensif jadi mungkin ini baru laporan kulitnya saya, jadi belum bisa menanggapi secara detail ya," pungkas Jumeri.