Pemda Diminta Kebut Vaksinasi Pendidik untuk PTM Terbatas
17 September 2021, 13:41:31 Dilihat: 182x
Jakarta -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendorong pemerintah daerah mempercepat program vaksinasi Covid-19 untuk pendidik dan tenaga kependidikan (PTK).
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyebut, percepatan penuntasan vaksinasi ini guna mendukung pelaksanaan pembelajaran tatap muka(ptm).
"Pemerintah mengimbau pemerintah daerah untuk melakukan penuntasan vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan serta mendukung pelaksanaan PTM terbatas," ujar Johnny, Kamis (16/9).
Johnny menjelaskan bahwa sekolah yang berada di wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1 sampai 3 dibolehkan untuk melakukan PTM terbatas.
Adapun, sekolah yang sudah melakukan vaksinasi terhadap pendidik dan tenaga pendidiknya wajib menawarkan PTM terbatas sebagai alternatif Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
"Vaksinasi PTK bukan penentu boleh tidaknya sekolah melakukan PTM terbatas. Penentu utamanya adalah level PPKM yang diterapkan di wilayah sekolah tersebut."
"Orang tua tetap berhak menjadi penentu metode pembelajaran terbaik bagi anaknya," imbuh Johnny.
Sampai saat ini, lanjut Johnny, baru 40 persen satuan pendidikan di daerah dengan PPKM level 1, 2, dan 3 yang telah menyelenggarakan PTM terbatas.
Padahal, ada 95 persen satuan pendidikan yang sebenarnya bisa menjalankan PTM terbatas.
Lebih lanjut, Johnny mengatakan bahwa dari target sekitar 5,5 juta jiwa guru dan tenaga kependidikan, baru Provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta yang angka ketuntasan vaksinasinya mencapai lebih dari 90 persen, sedangkan provinsi lain jauh berada di bawah.
Untuk itu, perlu ada dukungan pemerintah daerah agar sekolah bisa segera menerapkan PTM terbatas sesuai dengan SKB Empat Menteri.
PTM terbatas sangat penting karena PJJ yang berkepanjangan bisa berdampak negatif untuk anak-anak Indonesia.
"PJJ yang berkepanjangan bisa berimbas pada putus sekolah, penurunan capaian pembelajaran, serta kesehatan mental dan psikis anak-anak. Dalam jangka panjang, risiko bagi anak-anak Indonesia bisa lebih besar dibandingkan risiko kesehatan," ujarnya.