Komisi XI DPR Akui Seleksi Anggota BPK Pakai Skema Politik
08 September 2021, 10:04:15 Dilihat: 182x
Jakarta, -- Komisi XI DPR menyebut ajang fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, hari ini, Rabu (8/9), dilakukan lewat mekanisme politik.
"Proses kali ini adalah rekrutmen pejabat yang profesional dan melalui mekanisme politik di DPR," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Achmad Hatari, kepada wartawan, Rabu (8/11).
Seharusnya, lanjut dia, gelaran uji kelayakan dan kepatutan terhadap 15 calon anggota BPK mulai diselenggarakan pada Selasa (7/9).
Namun, penyelenggaraan itu akhirnya ditunda karena bersamaan dengan waktu penyelenggaraan Rapat Paripurna DPR yang membahas berbagai isu strategis, yakni RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun anggaran 2020.
Pada hari pertama penyelenggaraan uji kelayakan dan kepatutan, Hatari mengungkapkan pihaknya akan menguji sebanyak sembilan calon anggota BPK yang dibagi ke dalam tiga sesi. Sedangkan di hari kedua,, menurutnya, uji kelayakan dan kepatutan akan dilakukan untuk enam orang.
Pihaknya akan langsung memilih calon anggota BPK yang terpilih setelah proses uji kelayakan dan kepatutan selesai dilaksanakan.
"Selesainya kita melakukan pemilihan, siapa yang terbanyak memperoleh suara, ya dia terpilih," jelas Hatari.
Politikus Partai NasDem itu menjelaskan komisinya tidak mau masuk dalam ranah hukum terkait pencalonan I Nyoman Suryadnyana dan Harry Z Soeratin. Komisi XI DPR, menurutnya, berpatokan pada Undang-undang BPK dalam melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK.
Hatari menyatakan Komisi XI DPR tidak akan terjebak dengan isu-isu dan tekanan yang dilakukan pihak-pihak tertentu dalam proses uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK.
Ia berharap proses uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK bisa berjalan dengan lancar dan tidak lagi ada penundaan.
"Tetap ikut [Nyoman dan Harry], karena sudah ada fatwa dari MA. Agar menjalankan sesuai dengan UU BPK. Dalam UUD [1945] pertama sudah secara de facto sudah tercantum dalam UU BPK," jelasnya.
"Mudah-mudahan besok lancar dan tidak tertunda lagi, sehingga dapat segera selesai. Karena waktunya 1 bulan sebelum mengakhiri masa jabatan itu sudah ada penggantinya," tutur Hatari.
Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggugat Ketua DPR Puan Maharani ke PTUN Jakarta terkait seleksi calon anggota BPK lantaran dua kandidat diduga memiliki konflik kepentingan.
Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan fatwa atau pendapat hukum terkait seleksi calon anggota BPK lewat surat bernomor 183/KMA/HK.06/08/2021 tertanggal 25 Agustus 2021.
Namun, dalam penutup surat yang diteken Ketua MA Syarifuddin itu menyatakan keputusan lebih lanjut menjadi kewenangan DPR.