Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak Jadi Rp114 T
02 September 2021, 08:38:20 Dilihat: 163x
Jakarta, Universitas Narotama -- PT KAI (Persero) memaparkan kebutuhan investasi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung membengkak dari US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) menjadi US$8 miliar atau setara Rp114,24 triliun. Estimasi ini sedikit turun dari perkiraan awal mencapai US$8,6 miliar atau Rp122,8 triliun.
"Tadi perkiraannya berkembang menjadi US$8,6 miliar, waktu itu diestimasi pada November 2020 oleh konsultan KCIC (PT Kereta Cepat Indonesia China)," ungkap Direktur Keuangan & Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya saat rapat bersama Komisi VI DPR, Rabu (1/9).
Estimasi peningkatan biaya proyek tidak setinggi sebelumnya karena perusahaan melakukan efisiensi, seperti memangkas biaya, pembangunan stasiun, dan lainnya. Lebih lanjut, ia menjelaskan kebutuhan investasi proyek akan meningkat karena Indonesia belum menyetor modal awal senilai Rp4,3 triliun.
Padahal, setoran itu seharusnya dilakukan sejak Desember 2020. Jumlah itu belum termasuk estimasi tanggung jawab sponsor dalam membiayai pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar Rp4,1 triliun.
Untuk itu, KAI mengajukan penundaan setoran menjadi Mei 2021. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan dari konsorsium kontraktor High Speed Railway Contractors Consortium (HSRCC), baik terkait penundaan setoran maupun permintaan restrukturisasi kredit proyek. Kendati begitu, ia tidak mengatakan apa alasan yang membuat setoran awal belum diberikan.
Di sisi lain, Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo mengatakan estimasi kebutuhan dana investasi proyek kereta cepat yang meningkat berpotensi membebani keuangan negara. Potensi ini muncul dari hasil kajian konsultan independen.
"Apa yang akan terjadi dengan pola operasi kereta cepat ini apabila dibiarkan seperti ini? Kekhawatiran Bapak sekalian akan membebani keuangan negara, persis akan terjadi," kata Didiek pada kesempatan yang sama.
Selain itu, Didiek menilai komunikasi antara Indonesia dan China kurang lancar karena pemimpin proyek, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sejatinya merupakan perusahaan konstruksi, bukan perusahaan di bidang kereta api. Namun, membangun proyek kereta cepat.
"Selama ini komunikasi antara Indonesia dan China tidak smooth, sekarang bisa bayangkan lead proyek ini adalah Wijaya Karya, itu perusahaan konstruksi sekarang yang dibangun kereta api," pungkasnya.