Bimbang Mahasiswa Kembali Belajar di Kampus saat Pandemi
05 Desember 2020, 09:00:00 Dilihat: 177x
Jakarta -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengizinkan kampus dibuka mulai Januari 2021. Namun sejumlah mahasiswa mengaku masih bimbang dengan keputusan kembali berkuliah tatap muka.
Khususnya bagi mereka yang merantau, seperti Dimas (20), mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta asal DKI Jakarta. Dimas mengaku setelah perkuliahan digelar jarak jauh akibat pandemi Covid-19, dia kembali ke Jakarta.
Ketika mengetahui ada kemungkinan kampus akan dibuka semester genap nanti, ia bingung harus memutuskan terbang ke Yogyakarta atau menetap dan belajar jarak jauh dari rumah.
Dimas secara pribadi ingin segera masuk kampus karena sering sulit memahami pembelajaran selama kelas dilakukan melalui konferensi video.
Di satu sisi, dia belum berusia 21 tahun. Artinya, dibutuhkan surat izin dari orang tua supaya bisa berkuliah tatap muka. Ia khawatir izin itu tak diberikan jika kondisi pandemi tak juga surut.
"Aku merasa selama pembelajaran jarak jauh ini memang susah belajarnya, bisa dibilang gitu. Tapi kalau kasus Covid-nya masih nambah terus, belum tentu dibolehin juga," katanya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (3/12).
Meski begitu, ia masih berharap kemungkinan belajar tatap muka diterapkan di kampusnya. Ia menilai kondisi pandemi di Yogyakarta pun saat ini terlihat lebih terkendali dibanding Jakarta.
"Setahuku juga [kasus corona di] Yogya udah nggak sebanyak di Jakarta kan. Jadi mungkin mikirnya lebih aman di sana," kata dia.
Lain dengan Dimas, Frida (21) yang juga berasal dari Jakarta memutuskan tetap berkuliah secara online atau jarak jauh meskipun kampusnya yakni Universitas Airlangga Surabaya membuka kuliah tatap muka.
Ia tak bisa membayangkan jika harus sendirian merantau ke Surabaya dengan kondisi pandemi saat ini. Terpapar corona di tengah kota perantauan, sambungnya, bukan pengalaman yang ingin ia rasakan.
"Kalau aku kena covid di kosan sendirian. Biasanya makanan beli pakai ojek, terus dimana? Aku diisolasi di kosan yang notabene banyak orang? Pasti ibu kos juga khawatir dan ngejauhin aku," ungkapnya.
Frida juga ragu protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 bakal diterapkan di kampus dengan ketat. Menurutnya, pasti akan banyak mahasiswa atau warga kampus lain yang belum sadar akan pentingnya menjaga jarak atau memakai masker.
Selain itu, posisi Frida yang saat ini sudah di tingkat akhir perkuliahan pun membuatnya tak harus mengikuti semua kelas lagi. Kegiatannya tinggal menyelesaikan skripsi, di mana dirinya optimistis bisa mengerjakannya sekaligus mengikuti bimbingan dari dosen dari jarak jauh.
"Kalau dipaksain masuk, yang ada bisa ada klaster kampus baru tuh. Seminggu masuk juga paling sudah ditutup lagi," tambahnya.
Sementara Nayla (18), mahasiswa Universitas Binus, Jakarta ingin mengikuti perkuliahan tatap muka jika kampusnya memutuskan demikian. Dia sendiri belum pernah ke kampus, karena baru kuliah di tengah pandemi.
Selama belajar jarak jauh, ia mendapati banyak kendala yang mayoritas dikarenakan jaringan yang tak stabil. Beradaptasi dengan pengalaman pertama kali kuliah juga tak mudah jika hanya secara daring (online).
"Sudah gitu buat kerja kelompok kita, kalau enggak ketemu susah. Karena dari pengalaman aku ada tugas, kadang orang yang satu kelompok malah enggak jawab chat. Padahal udah deadline," tuturnya kepada CNNIndonesia.com.
Nayla mengaku mendambakan interaksi langsung dengan rekan sekelas. Bukan hanya untuk kepentingan sosialisasi, juga supaya kegiatan perkuliahannya bisa berjalan lancar.
Meskipun demikian, kekhawatiran akan terpapar corona masih menghantui Nayla. Menurutnya, membayangkan bertemu dengan banyak orang yang tak ketahuan jejak medis maupun kontaknya membuatnya ragu akan kegiatan belajar di kampus aman.
"Kecuali memang sudah dipastikan [semua warga kampus] harus tes gitu sebelum masuk kuliah," kata Nayla..
Sebagai informasi, sebelumnya Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengatakan kegiatan kuliah di kampus akan dilakukan secara bergantian. Setiap kelas hanya boleh menampung 25 mahasiswa, dan sisanya mengikuti melalui konferensi video.
Mahasiswa yang berasal dari luar kota diharuskan melakukan pemeriksaan swab atau rapid test sebelum mengikuti perkuliahan tatap muka. Jika tidak memungkinkan, mahasiswa diminta mengisolasi diri hingga 14 hari.
Keputusan mengizinkan perkuliahan tatap muka itu muncul belakangan setelah Kemendikbud meskipun masih di tengah pandemi Covid-19.
Sumber :cnnindonesia.com