Kemendikbud: Sekolah Kekurangan 1 Juta Guru Hingga 2024
06 Oktober 2020, 09:00:01 Dilihat: 306x
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memprediksi sekolah di Indonesia kekurangan 1 juta guru setiap tahun sepanjang kurun 2020-2024. Angkanya ditaksir terus meningkat seiring tahun.
"Karena pembukaan unit sekolah baru, penambahan ruang kelas baru dan pensiun setiap tahun yang tidak diimbangi dengan rekrutmen CPNS," jelas Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Praptono kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/10).
Berdasarkan data Kemendikbud, tahun 2020 terdapat 72.976 guru pensiun. Jumlah tersebut menyumbang kekurangan guru yang angkanya mencapai 1.020.921 orang.
Angka ini kemudian naik pada 2021, dengan kekurangan guru diprediksi mencapai 1.090.678 orang dan jumlah yang pensiun 69.757 orang. Tahun 2022 kekurangan guru menjadi 1.167.802 orang, dengan jumlah yang pensiun 77.124 orang.
Kemudian tahun 2023 kekurangan guru naik lagi menjadi 1.242.997 orang, dengan jumlah yang pensiun 75.195 orang. Dan tahun 2024 kekurangan guru diprediksi hingga 1.312.759 orang dengan jumlah yang pensiun 69.762 orang.
Praptono menjelaskan formasi yang dibuka pada CPNS sering tak sesuai dengan kebutuhan sekolah karena data yang dipakai mengacu pada pemerintah daerah. Padahal, data kebutuhan sekolah terintegrasi di Kemendikbud.
Pihaknya berupaya menanggulangi persoalan tersebut dengan mensinkronkan data kebutuhan dan formasi yang dibuka di CPNS. Mulai sekarang, katanya, pembukaan formasi memakai data kebutuhan guru di Kemendikbud.
Mengutip Data Pokok Pendidikan, terdapat 3.168.293 guru yang kini mengajar di 434.483 sekolah. Sedangkan jumlah siswa mencapai 52.539.935 orang. Jika angka tersebut dirata-rata, satu guru dapat mengajar 16 sampai 17 orang.
Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru menilai jumlah guru secara rata-rata sebenarnya sebanding dengan jumlah siswa. Namun distribusi guru tidak merata, sehingga banyak sekolah hanya memiliki satu PNS.
Misalnya terjadi di SMK Negeri 7 Ende Moni, Kelimutu, di Nusa Tenggara Timur, dimana seluruh pendidiknya adalah guru honorer, kecuali kepala sekolah. SMA Negeri 1 Tabukan Utara, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, bahkan terpaksa mempekerjakan guru yang berijazah lulusan SMA.
Pada awal masa jabatannya, Mendikbud Nadiem Makarim sempat menyinggung wacana rotasi guru secara nasional. Ini untuk memastikan pemerataan pendidikan maksimal di setiap daerah.
"Kenyataannya guru banyak bergerombol di sekolah yang orang tuanya mapan. Ini tidak boleh. Kepala dinas saya minta secara tegas untuk retribusi, memberikan guru-guru kepada sekolah-sekolah yang kekurangan," katanya di hadapan Komisi X DPR, Kamis (12/12) tahun lalu.
Praptono mengatakan pihaknya masih membahas wacana tersebut dengan Kementerian Dalam Negeri. Sejauh ini, Kemendikbud bersama Kementerian PANRB masih mengupayakan optimalisasi pengangkatan honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk menutup kekurangan guru.
Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Nunuk Suryani menambahkan kesenjangan jumlah guru PNS dikarenakan angka pensiun guru yang tinggi setiap tahun, padahal formasi guru di CPNS tidak setiap tahun dibuka.
Sebenarnya pemerintah daerah sudah dilarang merekrut guru honorer. Ia menyebut ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 dimana pemda tidak boleh mengangkat guru tetap non-PNS. Namun karena ada ketimpangan jumlah guru PNS dan kebutuhan, pada akhirnya sekolah banyak merekrut honorer. Untuk menanggulangi kebutuhan guru, ia menilai seluruh pihak terkait harus saling mensinkronkan persepsi.
"Perlu adanya kesepahaman di seluruh pihak, bagaimana cara menghitung kebutuhan guru. Dipandang dari sisi beban kerja guru yang telah ditetapkan pada peraturan perundangan," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Nunuk mengatakan, pihaknya telah memiliki formula dalam menghitung jumlah guru yang dibutuhkan pada suatu sekolah per mata pelajaran. Menurutnya, pemda bisa menjadikan formula tersebut sebagai acuan distribusi guru.
Jika formula tersebut tidak dijalankan pemda, katanya, dampaknya bisa menimbulkan kerugian untuk guru. Misalnya guru jadi tidak memenuhi beban kerja yang diwajibkan, terhambat menerima tunjangan, sampai sulit meningkatkan karier.
Sumber :cnnindonesia.com