Indra Charismiadji: 3 Catatan Penting Dunia Pendidikan Tahun 2020
24 Februari 2020, 09:00:24 Dilihat: 140x
KOMPAS.com - Tahun baru 2020 diharapkan memberi semangat baru dalam perbaikan dunia pendidikan di Indonesia. Akhir tahun 2019 mencatat berbagai harapan ditumpukan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) di bawah kepemimpinan "Mas Menteri" Nadiem Makarim, mulai dari pencanangan program " Merdeka Belajar" dan rencana membuat Cetak Biru Pendidikan Indonesia". Terkait hal itu, pemerhati dan praktisi pendidikan Indra Charismiadji memberikan beberapa catatan penting terhadap arah pembangunan pendidikan Indonesia di tahun 2020. Tulisan ini merupakan salah satu dari dua artikel terkait hal-hal yang perlu diperhatikan secara khusus oleh pemerintah dalam pembangunan pendidikan di tahun 2020 dan tahun-tahun mendatang; 1. Pengakuan kondisi pendidikan Indonesia Melihat hasil beberapa kajian ilmiah baik dari luar negeri seperti PISA, Worlds Most Literate Nations, TIMMS, PIRLS, Universitas21, dan lain sebagainya, juga hasil dalam negeri seperti Ujian Nasional, INAP, dan lain-lain menunjukkan selama hampir 20 tahun kondisi pendidikan Indonesia stagnan berada di posisi salah satu terbawah di dunia. Bahkan untuk urusan paling fundamental dalam pendidikan yaitu membaca.
1. Pengakuan kondisi pendidikan
Indonesia Melihat hasil beberapa kajian ilmiah baik dari luar negeri seperti PISA, Worlds Most Literate Nations, TIMMS, PIRLS, Universitas21, dan lain sebagainya, juga hasil dalam negeri seperti Ujian Nasional, INAP, dan lain-lain menunjukkan selama hampir 20 tahun kondisi pendidikan Indonesia stagnan berada di posisi salah satu terbawah di dunia. Bahkan untuk urusan paling fundamental dalam pendidikan yaitu membaca. Suatu kondisi menyedihkan bahkan mungkin memalukan mengingat anggaran besar yang telah dikeluarkan untuk mencerdaskan bangsa ini baik dalam bentuk APBN, APBD, bantuan luar negeri, CSR, maupun dana masyarakat. Untuk memperbaikinya kita bersama harus mengakuinya. Artinya bukan dalam konteks mencari siapa yang salah melainkan dari titik mana kita harus bergerak memperbaikinya. Dengan demikian langkah perbaikan akan berjalan tanpa beban karena harus menutup-nutupi kondisi sebenarnya.
2. Cetak biru pendidikan Indonesia
Setelah bertahun-tahun saya dan beberapa insan pendidikan lain menyuarakan perlunya sebuah cetak biru/blueprint/grand design pendidikan Indonesia, akhirnya Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menyatakan akan membuatnya dalam waktu 6 bulan kedepan. Suatu langkah patut diapresiasi karena ini adalah sebuah tonggak bersejarah bagi Indonesia dengan memiliki cetak biru pendidikan untuk pertama kalinya. Saya menyarankan agar blueprint ini masuk sebagai bagian dari Revisi UU Sisdiknas yang kebetulan sudah pula masuk prolegnas, jangan sampai hanya berhenti di Peraturan Pemerintah atau bahkan Peraturan Menteri karena pasti tidak akan diindahkan para pejabat terkait. Dalam menyusun cetak biru ini, hendaknya Kemdikbud membentuk tim dari luar Kemdikbud agar memiliki sudut pandang lain (tidak sekedar rutinitas) dan mengikutsertakan elemen pemerintah daerah. Cetak biru pendidikan ini harus menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0 yang sangat berbeda dengan era sebelumnya yang sangat bernuansa manufaktur/pabrik. Era saat ini yang dibutuhkan adalah inovator-inovator dan kreator-kreator baru atau Nadiem-Nadiem baru karena itulah yang dibutuhkan dunia. Sekedar info, cetak biru pendidikan Malaysia disusun oleh McKinsey and Company, sebuah perusahaan konsultan internasional. Cetak biru pendidikan Indonesia ini akan membantu semua pihak dalam menyusun program kerja yang tidak tumpeng tindih bahkan seringkali bertolak belakang. Contoh: Kemdikbud mengeluarkan kebijakan zonasi dengan dalih agar tidak ada kastanisasi dalam pelayanan publik, tetapi nyatanya selama ini justru Kemdikbud yang membuat adanya kasta sekolah menggunakan istilah sekolah rujukan, RSBI, sekolah teladan dan lain sebagainya. Sebenarnya (ini) dibuat dalam kapasitas serapan anggaran yang tidak akan cukup untuk seluruh sekolah di Indonesia, untuk itu dibuatlah kasta tersebut agar sekolah dengan kasta tertentu berhak mendapatkan bantuan yang berasal dari DIPA Kemdikbud. Cetak biru ini akan menunjukkan sebenarnya berapa anggaran yang dibutuhkan untuk operasional dan perbaikan sekolah-sekolah se-Indonesia. Cetak biru ini juga harus dimulai dari kondisi nyata saat ini (lihat poin nomor 1) dan target adalah tahun 2045 dimana Indonesia menjadi kekuatan ekonomi nomor 5 dunia.
3. Tata kelola dan kualitas guru
Dari berbagai permasalahan muncul dalam tata kelola pendidikan Indonesia, mutu guru adalah salah satu yang paling atas apalagi jika kita mengacu pada hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang telah dilakukan Kemdikbud. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
a. Dilakukan seleksi ulang, siapa-siapa saja memang layak berprofesi sebagai pendidik (tidak semua orang memiliki minat dan bakat sebagai pendidik). Karena jika dipaksakan pasti hasilnya tidak maksimal dan berakibat buruk bagi generasi penerus bangsa.
b. Bagi para pendidik yang layak, mereka harus diberikan pelatihan dengan konsep dan strategi matang.
c. Manajemen Guru ASN sebaiknya dikelola pemerintah pusat, anggaran untuk gaji dan tunjangan bisa tetap berupa transfer daerah.
d. Guru harus memiliki Izin Praktik Mengajar yang harus diperbaharui secara berkala dan sebaiknya lisensi ini tidak dikeluarkan pemerintah semata melainkan melalui organisasi profesi guru atau sinergi keduanya (mirip seperti IDI atau Peradi).
e. Dengan demikian Tunjangan Profesi Guru ditentukan oleh lisensi tersebut diatas.
f. Dan yang tidak kalah penting tentunya adalah pabrik guru alias LPTK yang memang harus di transformasikan agar mampu mendidik calon guru yang sesuai dengan tantangan Revolusi Industri 4.0.
Sumber : Kompas.com