Richard Sam Bera berharap ada pembatasan usia bagi atlet yang tampil di PON.
Marco Tampubolon, Anry Dhanniary
VIVAnews - Mantan perenang nasional Richard Sam Bera menilai Pekan Olahraga Nasional (PON) telah melenceng dari tujuan awal. Pasalnya, pentas olahraga empat tahunan itu sudah tak lagi mampu merangsang atlet meraih prestasi di tingkat yang lebih tinggi.
Menurut Richard, PON awalnya dibentuk sebagai pijakan awal atlet-atlet nasional untuk persiapkan diri mengikuti ajang-ajang selanjutnya seperti SEA Games atau Olimpiade. Namun ada beberapa kendala yang membuat atlet malah lebih memilih tampil di PON dibanding kedua turnamen bergensi tersebut, khususnya Olimpiade.
"Sistem PON yang ada saat ini tidak akan membuat atlet berprestasi pada ajang yang lebih tinggi," ujar Richard kepada wartawan, Selasa 19 Juni 2012.
"Ada saat seorang atlet renang yang harus memilih tampil di PON atau Olimpiade, dia pilihnya mana? PON! Karena apa? Bonusnya besar. Ini bukan masalah materi tapi prestise sebagai seorang atlet," ungkap perenang yang sudah turun di tiga Olimpiade itu.
"Apakah karena takut jadi paling belakang di Olimpiade lalu memilih. PON agar jadi paling depan? Itu sudah melenceng dari tujuan awal. Kita harus rubah mind-set seperti itu, jangan hanya puas di PON atau SEA Games saja," tuturnya. "Karena jika ada atlet yg berpotensi tapi malah lbh memilih ajang yang tidak paling tinggi. Hal itu sangat disayangkan," ujar Richard.
Pembatasan Usia
Salah satu yang dikeluhkan Richard, lambatnya regenerasi yang terjadi di cabang-cabang di mana para atlet mempunyai kesempatan tampil di Olimpiade. Sistem pembatasan umur pun didengungkan.
"Pembatasan usia itu mutlak dilakukan. Pada beberapa cabang sudah dilakukan, seperti sepakbola yang mematok usia 23 sebagai usia maksimal. Kenapa cabang lain tidak? Padahal itu amat diperlukan untuk memotivasi atlet senior agar lebih ingin tampil di kejuaraan internasional, khususnya Olimpiade," tambah Richard.
"Selain itu, sistem tanpa pembatasan umur membuat ajang jual beli pemain masih bisa dilakukan, bahkan mengalahkan pembinaan. Hal itu memang sudah terjadi sejak zaman saya, tapi angkanya belum sefantastis sekarang," beber Richard.
Besarnya bonus yang digelontorkan pun ikut dikritik Richard. Menurutnya, dana sebesar itu semestinya lebih digunakan untuk persiapan jelang kejuaraan, bukan hanya fokus pada bonus jangka pendek saja.
"Saya bingung. Pas persiapan, dana selalu jadi masalah. Tapi pas selesai, bonus dengan mudah bisa diberikan. Itu juga dengan nilai yang sangat wah. Bahkan jumlahnya bisa untuk mempersiapkan kontigen," tambahnya.
Demi menunjang perubahan sistem pada PON, Richard siap memberikan masukan pada KONI atau para PB berbagai cabang. "Sudah satu tahun ini, kami membuat Indonesian Olympian Assosiation yang merupakan wadah para mantan atlet. Dengan terbentuknya ini, suara atlet bisa lebih didengarkan oleh KONI, KOI atau PB," jelas Richard yang menjabat sebagai pengembangan media dan bisnis.
"Saran memang pasti akan kami diberikan, tapi bukan kami yang memutuskan. Kalau masalah pembinaan itu urusan PB. Kami hanya jadi mitra atau konsultan saja," paparnya. (adi)