Curi Emas hingga Pemerasan Jadi Borok Pegawai KPK Era Firli
25 April 2021, 09:00:00 Dilihat: 170x
Jakarta -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat sorotan tajam dari publik, dipicu tingkah sejumlah pegawainya yang bertentangan dengan nilai-nilai etika dan standar moral.
Baru-baru ini, penyidik dari unsur kepolisian yang berdinas di KPK ketahuan melakukan dugaan upaya pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M. Syahrial. Penyidik berinisial AKP SR diduga memeras Syahrial sebanyak Rp1,5 miliar dengan iming-iming penanganan kasus dugaan korupsi dihentikan.
KPK diketahui tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait lelang/ mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai Tahun 2019 yang disinyalir melibatkan Syahrial.
Penyidik AKP SR saat ini sudah diamankan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Proses hukum akan ditentukan melalui koordinasi lebih lanjut antar-dua lembaga penegak hukum tersebut.
KPK dinilai berada di ujung tanduk ketika nilai-nilai kode etik insan komisi justru semakin sering dilanggar oleh pegawainya sendiri. Dalam kurun waktu tak lebih dari satu bulan, internal KPK sudah digoncang beberapa perbuatan tercela para pegawainya.
Sebelum kasus pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai, anggota Satuan Tugas (Satgas) pada Direktorat Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) KPK berinisial IGAS diberhentikan secara tidak hormat oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. IGAS dinilai terbukti melakukan pencurian barang bukti emas seberat 1.900 gram.
Emas itu merupakan barang rampasan dari terpidana kasus korupsi mantan pejabat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo. Pembacaan putusan terhadap kasus IGAS ini dilakukan Majelis Etik Dewan Pengawas KPK pada Kamis, 8 April 2021.
Pada pekan kedua April 2021, KPK dihadapi dengan dugaan informasi bocor saat hendak menggeledah kantor PT Jhonlin Baratama terkait kasus dugaan suap pajak. Tim penyidik komisi antirasuah gagal mengamankan barang bukti dari perusahaan milik Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam karena sudah lebih dulu dilarikan dan disembunyikan dengan truk.
Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, mengatakan pihaknya enggan berspekulasi mengenai kabar penggeledahan kasus dugaan suap pajak diduga bocor sehingga tidak berhasil mengamankan barang bukti. Ali berujar saat ini penyidik masih fokus menyelesaikan pengusutan kasus dugaan suap pajak dan mencari para pihak yang merintangi penyidikan.
Seiring berjalannya waktu, terdakwa kasus dugaan suap sekaligus Wali Kota Cimahi nonaktif, Ajay Muhammad Priatna, mengaku sempat dimintai uang Rp1 miliar oleh pihak yang mengaku dari KPK dengan iming-iming tak dijerat operasi tangkap tangan (OTT).
Hal itu terungkap dalam sidang kasus dugaan suap Rp1,6 miliar terkait proyek pembangunan RSU Kasih Bunda dengan terdakwa Ajay, di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (19/4). Pihak yang mengaku KPK ini disebutnya mempunyai nama Roni. Ali mengatakan pihaknya akan mendalami hal tersebut.
"Di persidangan, JPU [Jaksa Penuntut Umum] KPK tentu akan dalami pengakuan terdakwa [Ajay Muhammad Priatna] dimaksud," kata Ali, Selasa (20/4).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan KPK berada di ambang batas kepercayaan publik karena seringkali diliputi oleh permasalahan di internalnya sendiri.
Masalah itu, tutur Kurnia, terlihat mulai dari pencurian barang bukti, gagal menggeledah, enggan meringkus buronan Harun Masiku, hilangnya nama politikus dalam surat dakwaan, hingga adanya dugaan pemerasan kepada kepala daerah.
"KPK berada pada ambang batas kepercayaan publik. Selain karena rusaknya regulasi baru KPK, isu ini juga mesti diarahkan pada kebobrokan pengelolaan internal kelembagaan oleh para komisioner," kata Kurnia melalui pesan tertulis.
Sumber cnnindonesia.com