8 Provinsi Tuntut Bahasa Daerah Tetap Masuk Kurikulum
07 Januari 2013, 10:49:17 Dilihat: 138x
Tribunnews.com - Minggu, 6 Januari 2013 16:15 WIB
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Cecep Burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Aksi penolakan terhadap kurikulum 2013 yang tidak mencantumkan bahasa daerah secara eksplisit baik dalam kelompok A maupun kelompok B (muatan lokal) terus berlanjut.
Masyarakat yang peduli bahasa daerah dari delapan provinsi akan mendatangi Gedung DPR RI, Senin (7/1/2013). Mereka datang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Madura (Jawa Timur), Bugis, Makassar, Gorontalo, dan Padang. Masyarakat yang peduli bahasa Betawi, termasuk mahasiswa Uiniversitas Indonesia (UI), akan ikut bergabung di Jakarta.
Selain melakukan aksi budaya seperti orasi, baca sajak, dan aksi teatrikal, perwakilan aksi juga akan menemui Komisi X DPR yang membidangi pendidikan. Penyair Sunda Godi Suwarna akan beraksi membacakan sajak, sedangkan Taufik Faturohman, Hawe Setiawan, dan Tisna Sanjaya akan melakukan orasi.
Koordinator aksi dari Bandung, Hadi AKS, mengatakan, masyarakat yang punya kepedulian terhadap bahasa daerah akan berangkat dari tempat masing-masing langsung menuju Gedung DPR RI. Dari Kota Bandung antara lain mahasiswa UPI, Unpad, komunitas Republik Saptuan, Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (PPSS), dan tokoh-tokoh seniman, sedangkan dari luar Kota Bandung antara lain dari Kuningan, Garut, Tasikmalaya, dan Subang. Massa dari Bandung akan berkumpul di Masjid Al Furqon, UPI Bandung, Senin pukul 03.00 WIB.
Menurut Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Universitas Pendidikan Indonesia, Dingding Haerudin, aksi yang dilakukan oleh masyarakat peduli bahasa daerah baik dari Sunda, Jawa, Bali, Sulawesi, maupun Padang dilatarbelakangi adanya keprihatinan yang sama terhadap sikap Kemendiknas yang mengabaikan bahasa daerah di kurikulum 2013.
"Dengan tidak jelasnya penyebutan bahasa daerah dalam kurikulum 2013, pemerintah sengaja tidak memprioritaskan pengajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah," kata Dingding, yang juga Ketua Forum Peduli Bahasa Daerah.
Padahal, menurut Dingding, dalam UUD 1945 ayat (2) jelas sekali negara memiliki kewajiban memelihara bahasa daerah. "Kata memelihara memiliki makna menjaga dan mendidik. Jadi, kewajiban negara terhadap bahasa daerah itu sangat jelas, yaitu menjaga, mengolah, mengusahakan, dan mengembangkan bahasa daerah," katanya kepada Tribun di Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK), Sabtu (5/1/2013).
Ketua Jurusan Sastra Sunda Universitaas Padjadjaran (Unpad), Teddi Muhtadin, mengatakan, aksi budaya ini penting untuk mengingatkan pemerintah tentang arti penting bahasa daerah yang selama ini terabaikan.
"Selama republik ini berdiri, bahasa daerah dianggap tidak penting, diabaikan, bahkan selalu dianggap ancaman terhadap persatuan. Padahal, buktinya justru mempersatukan. Adanya keprihatinan yang sama ini sudah jadi bukti bahasa daerah mempersatukan " kata Teddi kemarin di tempat yang sama.
Seperti diberitakan sebelumnya, masyarakat Sunda melakukan aksi budaya di halaman Gedung Sate, Senin (31/12). Mereka menuntut agar kurikulum 2013 direvisi dengan memasukkan bahasa daerah secara eksplisit dan mandiri dalam kurikulum 2013.
Mendikbud M Nuh dalam beberapa kesempatan di berbagai media menyebutkan, dalam rancangan kurikulum yang baru pun terdapat mata pelajaran seni, budaya, dan prakarya dengan lama belajar 4 jam perminggu. Menurut Nuh, sekolah dapat memanfaatkan mata pelajaran seni, budaya, dan prakarya ini untuk mengajarkan bahasa daerah.
Menurut Hadi AKS, jawaban Mendikbud itu menunjukkan ia tidak bisa memahami aspirasi yang disuarakan para pengunjuk rasa dalam aksi budaya. "Jawabannya selalu berputar-putar di situ, padahal jawaban itulah yang kita protes," katanya.