JAM di samping tempat tidur sudah menunjukkan pukul 07.00, tetapi gedung-gedung tinggi itu masih diselimuti kabut tipis. Jalanan masih sepi. Kendaraan dan manusia yang melintas bisa dihitung dengan jari. Udara pagi yang dingin di bulan Juli seolah membekukan hasrat penduduk kota untuk tetap menikmati hangatnya peraduan.
Selama tiga hari, pemandangan itu menjadi sarapan pagi kami yang menghuni lantai 15 sebuah hotel di jantung Distrik Sanshui, Kabupaten Foshan, Provinsi Guangdong, China. Sebuah hotel bintang lima seharga hotel bintang tiga di Indonesia. China ternyata tidak hanya menyediakan beragam produk barang murah, tetapi juga pelayanan jasanya.
Sanshui terletak di tengah Provinsi Guangdong, sebelah barat laut dari delta Sungai Pearl. Wisatawan yang ingin berbelanja mungkin akan sulit untuk menemukan tempat yang memuaskan di Distrik Sanshui. Namun, mereka bisa pergi ke pusat perbelanjaan kota Guangzhou yang berjarak 35 kilometer dari Sanshui.
Lanskap kota Sanshui dengan belantara gedung tinggi tak beda dengan Jakarta. Bedanya, di Sanshui tidak ditemukan permukiman kumuh yang terjepit di antara gedung-gedung. Semua bangunan terlihat tertata dan serasi. Sebuah potret tentang keberhasilan ramuan sosialisme China.
Pertumbuhan Sanshui banyak didukung oleh keberadaan industri besar di bidang minuman kemasan, produk logam, plastik, kimia, keramik, sepeda motor, dan tekstil. Beberapa perusahaan yang terkenal dengan investasi besar adalah Qiangdao Beer, Atofena Perancis, Sumitomo Corporation Jepang, dan Guangdong Fenglu Aluminium Industry. Sebuah universitas tingkat provinsi, Guangdong University of Business Studies, juga dibangun di kota tersebut.
Sejak Dinasti Ming
Catatan sejarah menyebutkan, Sanshui dibangun pada era Dinasti Ming (1526) dan baru resmi menjadi sebuah kota di bawah Kabupaten Foshan, Provinsi Guangdong, China, pada Januari 2003. Kota seluas 874 kilometer persegi tersebut dihuni 440.000 jiwa. Hal ini mungkin yang membuat Sanshui terlihat sunyi. Bandingkan dengan Jakarta yang luasnya hanya 661 kilometer persegi dengan jumlah penduduk mencapai 9 juta jiwa.
Di sektor transportasi, bus, taksi, dan sepeda motor menjadi moda angkutan umum sehari-hari masyarakat Sanshui. Jalan raya di Sanshui masih didominasi sepeda motor dan mobil pribadi serta sepeda kayuh. Luas jalan yang memadai dengan tingkat pertumbuhan kendaraan yang tidak terlalu tinggi menjadikan kota tersebut terbebas dari kemacetan.
Sanshui adalah distrik yang menjelma menjadi kota kecil jika dibandingkan dengan distrik lain di kota Beijing, seperti Chengdu, Wuhan, atau Shenzhen. Bagi banyak wisatawan, Sanshui mungkin hanyalah kota asing karena tidak menghadirkan atraksi wisata ternama layaknya Tembok China atau Taman Yu Yuan yang kaya akan arsitektur klasik. Namun, bagi mereka yang ingin mencecap modernisasi China yang jauh dari kepadatan manusia dan kebisingan kota serta polusi minim, Sanshui bisa jadi pilihan.
Seperti halnya kota besar di China, modernisasi menjadi napas hidup masyarakat Sanshui dengan tata pembangunan kota yang teratur dan bersih. Keberadaan kamera CCTV di sejumlah sudut kota dan persimpangan jalan raya menjadi potret keakraban masyarakat Sanshui dengan perkembangan teknologi.
Pedagang tradisional
Kemajuan teknologi di Sanshui berjalan harmonis dengan kehidupan masyarakat tradisional. Di trotoar jalan pusat perbelanjaan modern, tak jarang kita menjumpai pedagang tradisional yang menjajakan dagangannya. Mereka memikul aneka sayur dan unggas untuk ditawarkan kepada para pejalan kaki yang melintas.
Konsep pasar tradisional-modern, yang baru-baru ini tumbuh dan berkembang di sejumlah kota di Indonesia, sejak lama hadir di kota kecil Sanshui. Lapak yang tertata dan lantai yang kering menghadirkan kenyamanan bagi para pedagang dan pengunjung pasar.
Masyarakat Sanshui juga menjadi jendela untuk melihat keteguhan bangsa China dalam melestarikan seni dan budaya tradisi warisan para leluhur. Saat pagi dan senja, banyak aktivitas berkesenian tumbuh subur di taman kota yang asri. Mereka berlatih musik dan tari, nguri-uri budaya tradisi.
Geliat Sanshui nan sunyi adalah pelipur lara bagi orang yang tinggal di tengah hiruk-pikuk kota besar yang jauh dari keramahan. Di Sanshui, semua pendatang dimanjakan oleh kehangatan dan kemurahan senyum warga lokal. Di Sanshui, sebentuk kerinduan tertanam saat meninggalkannya pergi....
Sumber : kompas.com