Intelijen Kecolongan Bukan Lantaran Minimnya Anggaran
29 Agustus 2012, 08:02:38 Dilihat: 179x
Risna Nur Rahayu - Okezone
Rabu, 29 Agustus 2012 07:03 wib
Ilustrasi bentrokan
JAKARTA - Koordinator Badan Pekerja KontraS, Haris Azhar, tidak sependapat jika konflik di tanah air muncul akibat minimnya anggaran yang disediakan oleh negara guna menunjang produktivitas kinerja intelijen.
Seperti yang terjadi baru-baru ini misalnya. Penyerangan perkampungan Syiah, di Kabupaten Sampang, Madura oleh warga anti-Syiah, terjadi karena dinilai tidak bekerjanya motor intelijen dalam membaca situasi. "Soal minimnya anggaran itu argumen sekunder bukan yang primer," kata Haris saat dihubungi Okezone, Rabu (29/8/2012).
Menurutnya, ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya konflik antar-sekte di Sampang. Pertama, lantaran polisi tidak punya keberanian dalam menentukan biang keladi di balik kerusuhan itu. Pasalnya, persoalan sama bukan kali pertama terjadi di daerah tersebut.
"Polisi harus berani dan menyatakan ketegasannya dalam melindungi warga sipil yang mengalami ancaman. Tajul Muluk divonis dua tahun lantaran lantaran dituding melakukan penistaan agama. Tapi yang melalukan penyerangan hanya divonis beberapa bulan saja," ujarnya.
Kedua, sambungnya, polisi tidak memahami aturan yang harusnya ditegakkannya. "Dia (polisi) tau enggak aturan yang harus ditegakannya. Kalau ini berjalan, tentu tidak ada kerusuhan kedua," ujarnya.
Keberpihakan, menjadi poin ketiga yang menurutnya memicu terulangnya konflik. "Penetapan tersangka atas penyerangan kemarin itu juga belum menunjukkan akuntabilitas. Yang melakukan penyerangan banyak, tapi yang dijadikan tersangka hanya beberapa orang saja," kesalnya.
Dia juga menilai, persoalan yang berawal dari urusan keluarga itu sudah meluas menjadi dengan adanya sentimen satu kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda keyakinan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III, Tjatur Sapto Edi, faktor utama dari munculnya konflik di Indonesia adalah minimnya anggaran yang disediakan oleh negara untuk menunjang produktivitas kinerja intelijen.
"Anggaran intelejen polisi itu hanya sekitar 100 milyar saja dibagi di seluruh Indonesia. Sangat kecil. Ini yang menyebabkan minim antisipasi," ujar Tjatur.
Tjatur berpendapat, perlu ada peningkatan anggaran untuk pihak Kepolisian, terutama yang berada di kawasan-kawasan yang rentan konflik. Untuk itu, pemerintah juga harus segera memetakan daerah mana saja yang dinilai rawan konflik.