Hari Anak Nasional dari Sudut Pandang Kesehatan Anak di Indonesia
26 Juli 2012, 09:17:08 Dilihat: 176x
Rabu, 25 Juli 2012 09:13 wib
Hari Anak di Indonesia jatuh pada setiap tanggal 23 Juli dan menjadi Hari Anak Nasional. Namun Hari Anak di mata dunia jatuh di hari pertama di bulan keenam tahun Masehi dan merupakan Hari Anak-anak Internasional yang mestinya menjadi hari paling berharga bagi anak-anak, hari kembalinya hak anak. Sedangkan di Indonesia sendiri, Pada 1 Juni dirayakannya hari Lahirnya Pancasila.
Secara nasional, masing-masing negara memiliki Hari Anak. Hari Anak menjadi even yang tersendiri bagi setiap negara dalam menjaga hak-hak anak di tempatnya. Di Indonesia, misalnya, Hari Anak jatuh setiap tangga 23 Juli. Namun, Hari Anak Internasional sudah disepakati setiap tanggal 1 Juni.
Maka menyambut hari anak nasional dari sudut pandang kesehatan anak di Indonesia dapat kita lihat dari beberapa masalah kesehatan anak yang utama di Indonesia berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011 yakni: Pertama; terkait prevalensi gizi kurang (underweight) di Indonesia antara tahun 2000 sampai 2009 mencapai 19,6%. Pencapaian ini sudah cukup baik bila dibandingkan dengan pencapaian pada kurun waktu 1990-1999 yang mencapai 22,8%. Pada tahun 2015, diharapkan Indonesia akan mencapai target sebesar 15,5%.
Kedua; terkait masalah kasus gizi buruk (malnutrisi) tidak dapat dianggap remeh. Malnutrisi merupakan salah satu dari penyebab mendasar kematian pada anak khususnya di bawah usia 5 tahun dan berkontribusi sebesar 35%. Malnutrisi juga dianggap berhubungan dengan penyebab kematian anak di bawah usia 5 tahun lainnya.
Ketiga; tidak hanya malnutrisi dan tingkat kematian anak yang menjadi masalah utama kesehatan anak di Indonesia, namun kesenjangan kesehatan (health inequities) beberapa golongan masyarakat di Indonesia juga berpengaruh besar. Dalam hal tingkat mortalitas anak Indonesia di bawah usia 5 tahun, terdapat kesenjangan antara masyarakat yang tinggal di pedesaaan dan perkotaan (rasio 1,6), golongan ekonomi rendah dan tinggi (rasio 2,4), serta pendidikan ibu yang rendah dan tinggi (rasio 2,5).
Analisis permasalahan utama kesehatan anak di Indonesia
Dari tiga masalah kesehatan anak yang utama di Indonesia tahun 2011 di atas dapat kita analisis beberapa indikator yang utama yang menjadi kendala dan masalah utama terkait kesehatan anak yang utama di Indonesia yakni pada sistem pelayanan kesehatan anak di Indonesia yang belum maksimal tercapai yang dapat ditandai: Pertama; Tidak meratanya distribusi dokter anak serta minimnya jumlah dokter anak di Indonesia. Dari 2.700 dokter anak se-Indonesia, 700 diantaranya ada di Jakata. Idealnya satu dokter anak menangani kurang lebih 10.000 anak. Saat ini Indonesia membutuhkan sekitar 8.000 dokter spesialis anak. Daerah dengan sebaran dokter spesialis anak terbanyak adalah Jakarta, yakni 670 orang, Jawa Barat 312 orang, Jawa Timur 283 orang, Jawa Tengah 222 orang, dan Sumatera Utara 142 orang. Adapun daerah lain, seperti Jambi dan Kalimantan Barat, jumlah dokter anaknya hanya belasan orang (Data IDAI, Ikatan Dokter Anak Indonesia). Kedua; Kemampuan institusi pendidikan di Indonesia untuk meluluskan dokter spesialis anak masih minim, 100-150 orang per tahun. Ketiga; Hal lain seperti infrastruktur yang tidak memadai juga menjadi salah satu kendala belum tercapainya pelayanan kesehatan anak di Indonesia yang membuat hampir semua lulusan dokter mengincar kota-kota besar di samping pula penghasilan yang lebih besar. Keempat; PPSDM Kemenkes mengakui masih belum berhasil menerapkan strategi (roadmap) penyerapan dan pendistribusian tenaga kesehatan hingga seluruh pelosok tanah air. Sistem rujukan belum berjalan sebagaimana mestinya.
Hal yang perlu jadi evaluasi dan perbaikan
Pertama; Mengingat kekurangan dokter anak di Indonesia, maka mutlak diperlukan penguatan kerja sama antartenaga kesehatan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak; yakni antara dokter spesialis anak dengan dokter umum, bidan, dan perawat. Kunci keberhasilan kerjasama tersebut ada pada keseriusan regulasi dari Pemerintah dan kesiapan para tenaga kesehatan melepas ego sektoral. Sekarang sudah cukup banyak tenaga perawat spesialis anak dan maternitas, begitupun lulusan diploma kebidanan terus bertambah dari tahun ke tahun. Namun, pemanfaatan dan distribusi kedua profesi tersebut belum optimal guna menunjang pelayanan kesehatan anak di Indonesia. Belaum lagi tugas optimalisasi tenaga dokter umum agar berkolaborasi dalam kesehatan anak, praktis masih terhambat masalah distribusi dan pengaturannya di lapangan.
Kedua; Secara konsisten Komisi IX juga akan terus mengawasi pelaksanaan program-program Kementerian Kesehatan yang beririsan dengan kesehatan anak seperti: Jampersal, BOK, pengadaan fasilitas imunisasi, dan pemberian makanan tambahan. Termasuk menyetujui dan mengawasi penggunaan anggaran program-program tersebut yang alokasinya meningkat untuk tahun 2012. Bilamana program-program teresebut terlaksana dengan baik, seharusnya pelayanan kesehatan anak Indonesia pun semakin membaik, mulai dari pelayanan persalinan hingga tumbuh kembang anak. (fkri/ndl)
Hj. Herlini Amran, MA
Anggota DPR RI Dapil Kepri
(//mbs)