Fiddy Anggriawan - Okezone
Selasa, 10 Juli 2012 04:00 wib
Foto: (dok okezone)
JAKARTA - Politisi PDI Perjuang, Rieke Diah Pitaloka setuju dengan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Pengamanan Zat Adiktif dalam bentuk produk tembakau. Namun, syarat utamanya adalah Pemerintah harus berpihak terhadap para petani tembakau.
"Saya bukan ingin mendebat bahayanya rokok bagi kesehatan. Saya bahkan menyetujui adanya RPP tembakau asal berisi pengaturan tata niaga tembakau yang berpihak pada petani dan buruh tani tembakau," jelas Rieke melalui pesan singkatnya kepada Okezone, Senin (9/7/2012).
Anggota Komisi IX ini justru mendesak agar ada RPP tembakau yang mampu memotong jalur percaloan dalam tata niaga tembakau.
"Saya mendesak agar ada aturan dan sanksi yang jelas bagi praktek ijon dan pengepulan tembakau hasil panen dari petani yang membuat keuntungan tidak diterima petani tembakau, tapi justru memperkaya para makelar," paparnya.
Menurut Rieke, memotong jalur distribusi tata niaga yang lebih berpihak pada para petani tembakau menjadi suatu keharusan. Dia tidak ingin semakin banyak keluarga petani tembakau yang justru memilih menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), karena tembakau yang mereka tanam tak mampu memberi kesejahteraan.
Dalam RPP tembakau, lanjut Rieke, harus mengatur keberpihakan kepada para pekerja yang jumlahnya mungkin jutaan orang. "Upah layak, jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, pensiun, hari tua dan kematian bagi kaum buruh dan pekerja di industri tembakau maupun rokok harus dikatakan secara ekspisit dalam RPP tembakau," terang Rieke.
Kepastian tiadanya PHK juga penting, karena dihapusnya rokok hand made atau buatan tangan yang diganti mesin juga harus diantispasi dalam RPP tersebut. "Saya mengajak kita semua berpikir betulkah RPP tersebut akan menjamin rakyat kita jadi sehat? Saya butuh ada pihak yg meyakinkan saya bahwa RPP tembakau tidak berkolerasi dengan tangan-tangan asing dan agen-agennya," simpulnya.
Menurutnya, jika ada korelasi asing, maka Indonesa akan menjadi apa yang dikatakan Bung Karno dalam Indonesia Menggugat, yakni pertama tempat pengambilan bahan baku bagi negara lain. Kedua, tempat insdutri negara lain didirikan. Kemudian ketiga, pasar bagi produk industri negara lain dan terakhir pusat buruh upah murah bagi industri negara lain.
"Kalau yang terjadi demikian tentu kita tak boleh naif sebagai sebuah bangsa, atau di antara kita sendiri memang ada yang berselingkuh dengan mereka yang menggiring rakyat dan bangsa Indonesia sekedar jadi kuli di antara bangsa lain," tegasnya.
(sus)