Jokowi Lanjutkan Infrastruktur, Mari Berburu Saham Konstruksi
02 September 2020, 09:00:05 Dilihat: 403x
Jakarta -- Pemerintahan Presiden Jokowi memutuskan melanjutkan pembangunan proyek yang sempat tertunda karena pandemi virus corona (covid-19). Menteri Keuangan Sri Mulyani bilang Jokowi menginstruksikan Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan untuk menggenjot kembali proyek infrastruktur.
Sebab, terhentinya proyek pemerintah berkontribusi terhadap capaian pertumbuhan ekonomi yang minus pada kuartal kedua lalu. Nah, dalam upaya menghindari resesi pada kuartal ketiga, Ani menegaskan berbagai cara dilakukan untuk mendongkrak pertumbuhan. Salah satunya, pembangunan infrastruktur.
"Infrastruktur merupakan salah satu indikator menjaga produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur memiliki dua sisi mata pedang, yaitu sisi permintaan dan sisi produksi," ujarnya lewat video conference pada Jumat (28/8) lalu.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengaku sudah menduga hal tersebut, bahwa pemerintah kembali mengucurkan dana lewat belanja konstruksi untuk menggenjot ekonomi. Maklum, infrastruktur diyakini memiliki multiplier effect alias efek domino.
Tentu, keputusan ini akan berdampak langsung terhadap kinerja sektor konstruksi, terutama untuk saham-saham BUMN. Apalagi, hingga kini sektor terkait belum mengalami kenaikan signifikan, seperti sektor perbankan yang sudah tumbuh signifikan.
Ini artinya, investor dapat memanfaatkan momentum untuk melakukan akumulasi beli di harga yang murah.
Adapun, saham-saham yang direkomendasikan, yaitu PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA, PT Waskita Karya (Persero) Tbk atau WSKT, dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk atau PTPP.
Namun, Hans menyarankan investor untuk membeli dengan target investasi jangka menengah hingga panjang. Sebab, ia menilai indeks cenderung bergerak fluktuatif dan rawan koreksi karena sentimen utama pandemi corona belum ditangani.
Dalam laporan keuangan semester I 2020, WIKA masih mencatatkan laba bersih sebesar Rp324,4 miliar. Namun, pencapaian ini turun 68 persen bila dibandingkan dengan periode sama tahun lalu lantaran banyaknya proyek pembangunan yang diundur selama pandemi.
Penundaan ini turut berdampak pada perolehan kontrak yang turun hingga 77 persen dibandingkan Juni 2019.
Secara total, pendapatan WIKA pada semester I 2020 dilaporkan senilai Rp7,13 triliun atau turun 37 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Sepanjang semester I tahun ini, perserona mendapatkan nilai kontrak sebesar Rp3,4 triliun atau hanya 15,9 persen dari target pencapaian kontrak baru tahun ini sebesar Rp21,4 triliun.
Dari sisi utang, terjadi kenaikan sebesar 4,8 persen sepanjang tahun hingga Juni lalu menjadi Rp43,9 triliun. Utang jangka pendek WIKA tercatat sebesar Rp38,7 triliun dan jangka pendek senilai Rp5,1 triliun.
Jika dibandingkan ekuitas, rasio utang dibanding ekuitas (Debt to Equity/DER) WIKA sebesar 2,7 kali. Ini menunjukkan perusahaan secara fundamental masih sehat. "Target WIKA di level 1.600; WSKT 960; PTPP target 1.300," tutur Hans, Senin (31/8).
Senada, Direktur Equity and Business Development Sucor Sekuritas Bernadus Wijaya menilai sektor konstruksi dan properti merupakan sektor masih paling tertinggal pemulihannya.
Karenanya, jika pembangunan infrastruktur dilanjutkan pada kuartal III dan IV, ia yakin optimisme investor juga akan kembali bangkit.
"Mengingat sebelumnya investor masih pesimis dikarenakan budget (anggaran) pemerintah lebih dialokasikan untuk penanganan covid-19 dan dampak ekonominya. Sehingga, saham kontruksi bisa diperhatikan oleh investor karena belum rally di saat sektor-sektor lainnya mulai pulih," kata Bernard.
Pekan ini, ia merekomendasikan saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Hal ini dikarenakan potensi kenaikan harga komoditas nikel yang merupakan komoditas garapan perusahaan.
Sejak perekonomian China mulai pulih dan dibuka, permintaan terhadap mobil ikut naik. Ini berbanding lurus dengan kebutuhan nikel untuk mobil listrik.
"Sejak covid-19, masyarakat lebih memilih naik mobil sendiri daripada harus naik transportasi publik. Dengan kenaikan harga nikel, tentunya akan menguntungkan bagi emiten INCO," ungkapnya.
Bernard merekomendasi beli emiten di level 3.780 dan setop akumulasi saat harga naik ke level 4.020.
Sumber : cnnindonesia.com