Reksa Dana Saham Masih Cuan Meski Ekonomi Global Tertekan
14 September 2019, 09:00:03 Dilihat: 258x
Jakarta -- Bank Commonwealth menilai reksa dana saham masih menguntungkan meski tekanan perlambatan ekonomi global ke pasar modal cukup besar. Ini terlihat dari kinerja bursa saham Indonesia yang masih cukup kuat ketimbang negara-negara lain.
Head of Wealth Management and Client Growth Bank Commonwealth Ivan Jaya mengatakan prospek cuan reksa dana saham terlihat dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cuma terkontraksi 0,97 persen pada Agustus lalu. Kinerja ini, katanya, masih jauh lebih baik ketimbang indeks saham utama negara lain, misalnya S&P 500 di bursa saham Amerika Serikat yang melemah 1,81 persen.
Begitu pula bila dibandingkan dengan FTSE di bursa saham Asia Pasifik yang anjlok hingga 2,11 persen. Selain itu, hasil survei melihat bahwa mayoritas nasabah dengan profil risiko yang berharap pertumbuhan (growth) masih mau mempertahankan alokasi saham sebesar 70 persen di dalam portofolio.
"Bank Commonwealth masih merekomendasikan reksa dana saham sebagai pilihan investasi utama karena potensi imbal hasil yang lebih menarik dibandingkan reksa dana lainnya," ungkap Ivan dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (11/9).
Tak cuma dari sisi kinerja pasar modal, ia juga menilai reksa dana saham masih cukup menguntungkan lantaran pelaku pasar yakin indikator makroekonomi Indonesia masih menjanjikan.
Misalnya, pertumbuhan ekonomi masih di kisaran 5 persen, inflasi stabil di kisaran 3 persen, konsumsi rumah tangga masih tumbuh, dan investasi relatif stabil. Kemudian, ketahanan ekonomi Indonesia dari sisi rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga dinilai tetap kuat.
"Kami masih lebih positif di kelas aset saham dengan pertimbangan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi global akan menjadi salah satu alasan dana asing kembali masuk ke Indonesia, sebagai negara berkembang yang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi lebih baik dibandingkan negara maju," terangnya.
Sementara PT Mandiri Sekuritas memperkirakan kinerja IHSG hanya akan mencapai posisi 6.650 pada akhir tahun atau lebih rendah dari proyeksi awal di posisi 7.000. Proyeksi ini mempertimbangkan rata-rata pertumbuhan laba bersih emiten pada semester I 2019 yang melambat.
Selain itu, kinerja IHSG juga akan dipengaruhi oleh tren perlambatan ekonomi global yang diproyeksi masih terus terjadi sampai akhir tahun. Begitu pula dengan penurunan harga komoditas di pasar internasional.
"Jadi kuartal I 2019 pertumbuhannya agak rendah dan Juni 2019 juga melambat sedikit makanya kami ada revisi target indeks dari posisi akhir tahun," ucap Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer.
Sumber : cnnindonesia.com