TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Anton R Santosa menolak akuisisi Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk kepada Bank Mandiri (Mandiri) Tbk.
Alasannya: BTN telah menjalankan prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan karena melayani kebutuhan kelas menengah ke bawah sebagai pasarnya. "Tertuang dalam preambul UUD 1945 dalam pasal 33 bahwa basis ekonomi negeri ini adalah ekonomi kerakyatan, bukan kekuatan uang," ujar Anton, Minggu (4/5/2014).
Anton menilai pemerintah sudah melupakan kebutuhan masyarakat Indonesia, yakni setiap individu memiliki rumah tapak. Jika BTN diakuisisi, Anton menilai Bank Mandiri belum bisa melayani kebutuhan rumah untuk sebagian besar masyarakat. "Apakah pemerintah semudah itu mengabaikan mimpi-mimpi sebagian besar rakyat Indonesia untuk memiliki rumah," ungkap Anton.
Dia mengakui, bila dilihat berdasarkan peraturan terkait yang berlaku,rencana Menteri BUMN mengakuisisi BTN tidak melanggar hukum dan sah-sah saja dilakukan.
Dalam hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, serta PP Nomor 28 Tahun 1999
"Tapi ingat, UUD 45 adalah dasar hukum kenegaraan kita," papar Anton.