NUSA DUA – Pelemahan nilai tukar Rupiah diperkirakan membuat anggaran belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) membengkak. Pembengkakan belanja subsidi bahkan diprediksi mencapa i Rp50 triliun.
“Kita sudah mengalokasikan belanja subsidi BBM sekira Rp200 triliun. Karena pelemahan nilai tukar Rupiah dan kita impor BBM, belanja subsidi BBM kemungkinan bengkak 25 persen," kata Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada acara International Seminar ‘Avoiding the Middle Income Trap: Lesson and Strategies for Indonesia to Grow Equitably and Sustainably’, di Nusa Dua, Bali, Kamis (12/12/2013).
"Jadi akan ada beban tambahan Rp50 triliun pada budgedet. Kita tidak bisa apa-apa dan melakukan apa-apa, padahal dengan tambahan anggaran sebesar Rp50 triliun, kita bisa membangun bandara baru di Jakarta,” tambah dia.
Bambang menjelaskan, setiap tahun belanja subsidi terus menjadi beban pemerintah. Beban tidak hanya dipicu besarnya nominal tetapi juga karena persoalan politik.
Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal tersebut mengatakan, pembahasan besaran belanja subsidi BBM setiap tahun didiskusikan bersama selumlah pemangku kepentingan, termasuk DPR. Namun, kalangan parlemen justru mengkritisi hasil keputusannya.
“Kalau terkait subsidi, saya bisa bertanya-tanya mengapa kritik selalu datang dan kami harus mengakomodasi aspirasi banyak stakeholder. Ini karena persoalan subsidi lebih dijadikan alat politik daripada sarana fiskal,” jelas dia.
Sekadar informasi, dalam dua tahun terakhir belanja subsidi BBM rata-rata mengalami pembengkakan sebesar 40,75 persen. Pada 2011, realisasi belanja subsidi BBM mencapai Rp165,2 triliun atau 127,3 persen dari pagu sementara pada 2012 yang realisasinya sebesar Rp211,9 triliun atau 154,2 persen dari pagu.
Sebagai catatan, pada APBN-P 2013 belanja BBM bersubsidi ditetapkan sebesar Rp199,9 triliun. Angka tersebut hampir seperdelapan dari total belanja negara pada 2013 yang mencapai Rp1.726,2 triliun.
Besaran belanja subsidi ditetapkan dengan menggunakan asumsi nilai tukar Rupiah sebesar Rp9.600 per USD serta volume konsumsi 48 juta kiloliter (KL). Padahal, Rupiah terus mengalami pelemahan sejak pertengahan Juli silam. Dalam sebulan terakhir, Rupiah bahkan selalu mendekati Rp12.000 per USD.
Maesaroh - Koran SI