TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan 50 persen perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia tidak membayar royalti dan pajak. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan tunggakan perusahaan tambang itu merugikan masyarakat. "Khususnya masyarakat pedalaman yang tinggal di sekitar lokasi tambang," kata dia di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis, 9 Mei 2013.
Seharusnya, kata Samad, jika perusahaan-perusahaan tambang tersebut membayar pajak dan royalti secara ketat, uang itu bisa digunakan untuk membantu masyarakat. "Saya percaya uang dari pajak dan royalti bisa mengurangi angka masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan," ucap dia.
Penunggakan pajak dan royalti dari perusahaan tambang, lanjut Samad, terjadi sejak ditetapkannya kebijakan otonomi daerah. "Otonomi daerah menjadi alat pemerintah dan penguasa daerah dalam rangka memperkaya diri mereka," kata Samad.
"Ironis sekali, ketika saya berkunjung ke daerah yang kaya dengan lahan tambang, semakin ke pedalaman, masyarakatnya sangat miskin. Namun, ketika saya berkunjung ke rumah bupati setempat, di halamannya terdapat mobil-mobil mewah," ujar Abraham melanjutkan.
Pertambangan, kata Samad, termasuk cakupan bidang sumber daya alam yang menjadi satu dari tiga fokus pengejaran KPK. "Kami fokus pada sumber daya alam, ketahanan pangan plus, dan pajak," ucap Samad.
JOKO SEDAYU