Martin Bagya Kertiyasa - Okezone
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Myanmar U Thein Sein menyepakati Memorandum of Understanding (MoU) impor beras antara Indonesia dan Myanmar. Melalui kerjasama ini, Indonesia memiliki kuota impor 500 ribu ton beras per tahun dari Myanmar.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan, perjanjian impor ini bukan berarti Indonesia akan melakukan impor beras dari Myanmar setiap tahun. Namun, rencana tersebut hanya opsi saja.
"Artinya, jika Myanmar kelebihan beras dan Indonesia sedang kekurangan beras, maka kebutuhan 500.000 ton diambil dari Myanmar," ungkap Gita seperti dilansir dari situs Setkab, Rabu (24/4/2013).
Selain soal beras, dua MoU lainnya adalah, kerja sama pembangunan kapasitas antarkedua pemerintah, dan perjanjian perdagangan dan investasi. Menurut Gita, Indonesia berencana melakukan investasi secara besar-besar di Myanmar, terutama masalah beras.
"Cukup tinggi produksi dan produktivitas di sini. Maka Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Bulog bisa masuk ke sini," jelas dia.
Di sisi lain, Indonesia juga bertekad meningkatkan investasi di Myanmar khususnya sektor infrastruktur. Alasannya, peluang untuk investasi seperti itu sangat terbuka di Myanmar karena negara tersebut sedang dalam pembangunan besar-besaran.
BUMN seperti PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), lanjut Menteri Perdagangan, perlu mengambil peluang di Myanmar. Selain itu, sejumlah peluang investasi dan peningkatan kerjasama dalam energi juga dibahas. "Myanmar sangat butuh batubara. Kita produsen batu bara. Maka kita akan bangun pabrik batubara," ungkap Gita.
Dia menjelaskan, sudah ada 12 perusahaan Indonesia di Mynamar dengan nlai investasinya mencapai USD250 juta. Nilai ini akan ditingkatkan dengan lebih banyak lagi memasukkan BUMN di Myanmar
Selain itu, Gita mengatakan kedua pihak sepakat meningkatkan volume perdagangan. Targetnya dalam tiga atau empat tahun ke depan, volume perdagangan bisa mencapai USD1 miliar.
"Volume perdagangan saat ini USD500 juta, dengan posisi kita surplus USD400 juta. Kita optimistis tiga hingga empat tahun meningkat menjadi USD1 miliar," papar Gita. (mrt)