PKS Sebut Pindah Ibu Kota Tak Relevan Sebab APBN Terbatas
19 April 2021, 09:00:24 Dilihat: 166x
Jakarta, -- Ketua Departemen Politik Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nabil Ahmad Fauzi menilai rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur sudah tidak relevan. Sebab menurut Nabil, saat ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat terbatas.
Nabil memaparkan berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penerimaan APBN pada 2020 turun hampir 20 persen. Sementara belanja negara naik lebih dari Rp 500 triliun.
"Bahkan beban hutang negara semakin membesar," kata Nabil melalui pesan tertulis saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Minggu (18/4).
Selain itu menurut Nabil, saat ini pemindahan ibu kota seharusnya tidak menjadi prioritas negara. Terlebih lanjut dia, sejak pandemi Covid-19 merebak di Tanah Air, rencana pemindahan itu semakin tidak relevan dan tidak memiliki urgensi.
Hingga kini, menurut Nabil, pemerintah belum berhasil mengendalikan wabah virus corona. Pemerintah membutuhkan tambahan anggaran dalam jumlah besar untuk membiayai pelbagai program darurat penanganan Covid-19.
"Terlebih lagi bahwa payung hukum terkait pemindahan ibu kota negara belum rampung seluruhnya. Jadi bagi kami ini terlalu dipaksakan," protes Nabil.
Menurut Nabil, rencana pemindahan ibu kota bertolak belakang dengan penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Alih-alih memindahkan ibu kota, kata Nabil, pemerintah sebaiknya mengerahkan energinya untuk fokus pada penanganan pandemi Covid-19.
Salah satunya dengan mengerahkan Pemulihan Ekonomi Nasional untuk memberikan stimulus terhadap sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sebab, sektor tersebut merupakan penopang ekonomi nasional dan menyerap puluhan juta tenaga kerja.
"Ini kontraproduktif dengan upaya penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, yang oleh pemerintah sendiri disebut sebagai prioritas saat ini," tutur dia lagi.
Nabil pun mengatakan, pembiayaan pembangunan ibu kota negara dengan format Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) turut menjadi perhatian partainya. Menurut Nabil, pembangunan ibu kota negara baru idealnya ditangani secara penuh oleh negara.
Sebab, dalam pembangunan ibu kota tersebut terdapat dimensi politik kenegaraan. Dalam proyek tersebut, terdapat objek vital, yakni istana negara. Ia merasa heran proyek strategis nasional tersebut justru melibatkan swasta dalam porsi yang menurutnya sangat besar.
Hal tersebut berkaitan dengan penuturan salah satu anggota DPR RI Komisi II dari fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron. Herman mengatakan pemindahan awal ibu kota membutuhkan dana sekitar Rp 460 triliun.
Dari angka tersebut, pemerintah menganggarkan Rp 87 triliun dari APBN. Sementara sisanya dibiayai dengan bentuk investasi atau KPBU.
"Jadi hal ini perlu kehati-hatian dalam strategi pembiayaan dan ruang keterlibatan swasta, karena idealnya adalah full di-handle oleh negara," ujar Nabil.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengutarakan keinginannya agar desain dan tata kota ibu kota baru bisa menjadi rujukan kota pintar atau smart city di dunia. Dalam sambutan pada HUT Ahli Perencanaan Indonesia pada Sabtu (17/4) kemarin, Jokowi mengingatkan jangan sampai pembangunan smart city dilaksanakan tanpa perencanaan yang jelas.
"Mari kita rancang ibu kota baru di Kalimantan Timur menjadi kota dan kawasan yang benar-benar smart desainnya, yang menjadi pionir kota rujukan dunia," kata Jokowi dalam sambutan yang dirilis melalui rekaman video Sekretariat Presiden.
Sumber :cnnindonesia.com