JAKARTA - Sejumlah pesawat tempur asing seringkali melintasi wilayah Kepualuan Riau (Kepri) untuk melakukan latihan. Meski perjanjian military training area (MTA) wilayah tersebut sudah tidak berlaku sejak 2007 silam, negeri berlambang singa itu kerap masuk ke ruang udara Indonesia.
Panglima Komando Pertahanan Udara (Pangkohanudnas), Marsda TNI Hadiyan Sumintaatmaja mengibaratkan kondisi tersebut seperti latihan gulat.
"Selama ini mereka terbang, dulu ada memang. kita kenal wilayah itu MTA 2, sebagian kecil masuk wilayah kita, tepatnya di timur Singapura," ujar Hadiyan kada Okezone, Sabtu (26/9/2015).
Hadiyan menambahkan, usai MTA sudah tidak berlaku, Singapura lantas mengajak Indonesia melakukan perjanijan kerjasama pertahanan atau deffence cooperation agreement (DCA), dan tidak diratifikasi oleh DPR. alhasil, Indonesia tidak berkewajiban untuk mengikuti perjanjian tersebut.
"Sekarang sudah enggak lagi. Tapi ya memang kadang mereka (Singapura) masuk wilayah kita. Sama kayak lagi gulat kan, kadang keluar garis, keluar jalur habis itu masuk lagi, offside. Kira-kira begitu," imbuhnya.
Meski Singapura mengelola flight information region (FIR) yang membuat mereka berwenang mengatur lalu lintas penerbangan di sekitar Kepri, Hadiyan memastikan bukan berarti pesawat tempur Indonesia harus izin untuk menggelar latihan.
Jenderal TNI bintang dua itu mengaku, hanya memberi pemberitahuan penggunaan jalur agar otoritas Singapura mengubah lintasan pesawat komersial.
"Ya kita cuma kasih notem, semacam pemberitahuan, itupun ke otoritas internasional juga, misal kaya HUT TNI mendatang, kan bakal ada demo Sukhoi, jadi kita kasih tau jalur sama ketinggian," sambungnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR RI, Mahfud Sidiq meminta pemerintah untuk memperkuat sistem radar pertahanan. Pasalnya, sebagai kawasan sekitar Kepri, seringkali menjadi wilayah abu-abu yang bisa menyulut reaksi militer kedua negara.
"Ada yang penting, bahwa Indonesia harus kuat kontrol wilayah udara sehingga area abu-abu bisa diantisipasi karena kita tidak ingin itu dimanfaatkan berbagai pihak, tapi kita tidak punya kemamapuan antisipasi. Jadi penguatan postur kekuatan udara termasuk SDM dan radar nasional," beber Mahfud.