Arief Setyadi - Okezone
Minggu, 30 Desember 2012 13:07 wib
Ilustrasi (Foto: Heru H/Okezone)
JAKARTA - Anggaran pembahasan dan penyusunan draft mapun Rancangan Undang-undang yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR) selalu tidak sesuai dengan kinerjanya.
Selama kurun waktu 2012, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat sejumlah pemborosan anggaran dalam penyusunan RUU. Pada anggaran 2012 alokasi anggaran untuk penyusunan RUU dan pengawasan pelaksanaan kebijakan pemerintah sebesar Rp842 miliar. Untuk penyusunan dan pembahasan RUU, DPR mengalokasikan anggaran Rp466 miliar.
"Alokasi anggaran yang paling besar dan fantastis adalah alokasi anggaran untuk penyusunan atau pembahasan RAPBN, sebesar Rp20 miliar dan pembahasan anggaran kementerian atau lembaga dengan komisi di DPR Rp52 miliar," kata Kordinator Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA Uchok Sky Khadafi, saat jumpa Pers di Sekertariat Nasional FITRA, Jalan Mampang Prapatan IV, Jakarta Selatan, Minggu (30/12/2012).
Kendati demikian, Uchok mengakui bahwa DPR selalu berdalih jika anggaran Rp842 miliar ini memang tidak terpakai seluruhnya. Namun, ini memperlihatkan kepada publik atas tindakan DPR yang tidak serius dalam perencanaan anggaran. "Ini mengakibatkan kemubaziran alokasi anggaran. Yang semestinya alokasi anggaran ini bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat miskin," tegasnya.
Uchok memaparkan, harga sebuah RUU usulan dari DPR di Komisi I pada 2011 dibanderol dengan harga Rp8,1 miliar. Pada 2012 menjadi Rp9 miliar. Pada Komisi II, pada 2011 RUU dibanderol Rp7,8 miliar dan pada 2012 menjadi Rp9 miliar.
Lalu, di Komisi III, pada 2011 RUU dibandrol Rp8,1 miliar menjadi Rp9 miliar pada 2012. Kemudian, RUU usulan dari pemerintah diantaranya pada Komisi VI, pada 2011 RUU dibanderol Rp 4,6 miliar dan meningkat menjadi Rp 6,5 miliar pada 2012. Di komisi II RUU dibandrol Rp4,8 miliar naik menjadi Rp6,5 miliar pada 2012.
Sementara, harga RUU ratifikasi sebesar Rp964 juta, dan pada 2012 menjadi Rp1 miliar. Untuk harga RUU pemekaran adalah sebesar Rp2,5 miliar menjadi Rp2,8 miliar pada 2012.
"Maka, kenaikan secara umum harga sebuah RUU di bursa efek DPR Jakarta, ada yang minimal sebesar Rp929 juta, dan juga sebesar Rp1,9 miliar. Ini memperlihatkan bahwa harga untuk sebuah draft RUU saja begitu mahalnya, dan penghitungannyapun di luar akal sehat. Masa membuat draft RUU saja, sampai bermiliar-miliar? Dimana nurani anggota DPR?" ungkapnya.
(lam)