Susi Fatimah - Okezone
Jum'at, 19 Oktober 2012 06:30 wib
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
JAKARTA - Dalam satu tahun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengumbar grasi kepada gembong narkoba. Terlebih pemberian grasi tersebut tak banyak diketahui masyarakat. Publik baru mengetahui setelah satu tahun pemberian grasi itu diberikan.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Iberamsjah, SBY dinilai bersikap aneh dengan memberikan grasi dari hukaman mati menjadi hukuman seumur gidup.
"Sangat aneh SBY memberikan grasi, aneh orang bandar narkoba diampuni," ujar Iberamsjah kepada Okezone, Kamis (18/10/2012).
Dia mengaku geram dengan sikap SBY tersebut. Menurutnya, para gembong narkoba tersebut tak perlu diberikan grasi. Hukuman mati menjadi hal yang pantas diterima mereka lantaran telah mengedarkan narkoba yang telah nyata merusak generasi muda. "Saya menentang para bandar narkoba dikasih grasi, lepas dari hukuman mati," tegasnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko mengatakan Deni mengajukan grasi pada 26 April 2011 lalu. Namun, MA mengeluarkan pertimbangan hukum bahwa tidak cukup alasan untuk mengabulkan grasi tersebut.
Tak berselang lama, Presiden memutuskan untuk mengabulkan grasi Deni dengan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7/G/2012 dan mengubah hukuman Deni menjadi hukuman seumur hidup. Keppres tersebut ditandatangani pada 25 Januari 2012.
Selain itu, Presiden juga mengabulkan grasi kepada Ola yang diketahui masih satu kelompok dengan Deni. Grasi Ola dikeluarkan pada 26 September 2011 dengan Keppres Nomor 35/G/2011. SBY juga memberikan grasi kepada pengedar narkoba kelas kakap kepada WNA asal Australia Corby.
Padahal dalam pidatonya di Hari Antinarkoba pada Jumat, 30 Juni 2006, SBY pernah berjanji tidak akan memberikan grasi kepada pengedar narkoba.
"Saudara Ketua Mahkamah Agung, saya sendiri, tentu memilih untuk keselamatan bangsa dan negara kita, memilih keselamatan generasi kita, generasi muda kita dibandingkan memberikan grasi kepada mereka yang menghancurkan masa depan bangsa," tegas Presiden di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat, 30 Juni 2006.
(sus)