Koruptor Lebih Baik Dimiskinkan atau Dihukum Mati ?
18 September 2012, 08:17:02 Dilihat: 277x
Mustholih - Okezone
Selasa, 18 September 2012 07:15 wib
Ilustrasi (Okezone)
JAKARTA- Direktur eksekutif Lingkar Madani Untuk Indonesia, Ray rangkuti, menolak rekomendasi hukuman mati bagi koruptor yang digulirkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Menurut Ray, hukuman mati bukan jalan terakhir memberi efek jera bagi seseorang yang divonis melakukan tindak pidana korupsi.
"Banyak cara yang masih dapat dilakukan untuk memberi efek jera. Misalnya, memiskinkan mereka, mencabut hak politiknya, memberi hukuman di atas 10 tahun, dan kerja sosial," ungkap Ray Rangkuti saat dihubungi Okezone, Senin malam (16/9/2012).
Selain itu, kata Ray, hukuman mati ditentang masyarakat internasional. Sebab, hukuman itu telah menghilangkan kesempatan bagi seseorang untuk berbuat baik setelah menjalani hukuman. "Seseorang harus diberi hak kemungkinan berbuat baik pasca tindakan kejahatan yang dia lakukan," kata Ray.
Seperti diketahui, Komisi Masail al Waqiyah Munas PBNU di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, merekomendasikan hukuman mati bagi koruptor diperbolehkan. Rekomendasi itu sepertinya didukung oleh Kejaksaan Agung, namun dengan catatan apabila terjadi bencana atau kejadian istimewa.
Terkait rekomendasi itu, Ray bersikap skeptis. Menurut Ray, Indonesia cenderung merancang suatu peraturan yang tinggi-tinggi, justru agar tidak dapat dilaksanakan. "Sebaliknya, agar tidak dapat dicapai dan tidak dapat dilaksanakan. Sehingga akan segera dilupakan," terang Ray.
Sementara itu, Direktur Indonesian Human Right Committee for Social Justice, Ridwan Darmawan mendukung rekomendasi hukuman mati tersebut. Ridwan menilai rekomendasi itu harus dilihat sebagai dorongan moral bagi aparat penegak hukum untuk memberantas praktek-praktek korupsi yang telah menggurita di Indonesia.
"Kita harus menyatakan apresiasi positif. Apalagi, sebagai bangsa kita sudah berkomitmen bahwa korupsi adalah extra-ordinary crime. Rekomendasi NU itu bisa dibilang tepat," kata Ridwan.
Menurut Ridwan, rekomendasi itu harus dilihat sebagai sumbangsih NU dalam memperbaiki Indonesia. Sebab, kata dia, Indonesia memang sedang begitu terpuruk akibat kasus-kasus korupsi. "Negara cenderung mengarah kepada negara gagal. Sebagai ulama yang peduli, itulah sumbangsih mereka untuk memperbaiki bangsa ini," tutur pegiat Hak Asasi Manusia tersebut.
Ridwan mengakui ada dua pendapat yang saling berseberangan dalam melihat hukuman mati di Indonesia. Ada yang mendukung hukuman itu diberlakukan, namun ada juga yang menolak dengan alasan melanggar HAM. "Tapi, dalam kerangka hukum nasional, MK sudah memutuskan bahwa hukuman mati bisa diterapkan dan konstitusional," ungkapnya.
(ugo)